Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 16:26 WIB | Jumat, 30 Mei 2014

SEJuK Kecam Serangan Kelompok Bergamis pada Umat Katolik Sleman

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menerima Penghargaan Pluralisme dari Jaringan Antariman Indonesia (JAII), karena dianggap sebagai kepala daerah di Indonesia yang mendorong keberagaman menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengecam penyerangan dan penganiayaan atas nama agama oleh sekelompok orang bergamis ke rumah Bapak Julius (Direktur Galang Press), di Perumahan STIE YKPN, Tanjungsari Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Kamis (29/5) malam.

Oleh karena itu, melalui surat elektronik yang diterima satuharapan.com, pada Jumat (30/5), SEJuK menyatakan tujuh sikap atas penyerangan kepada ibu-ibu yang tengah beribadah doa Rosario itu.

Tujuh sikap yang dinyatakan SEJuK adalah, pertama, mengutuk keras aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang sedang beribadah yang dilakukan di Perumahan STIE YKPN, Tanjungsari Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Yogyakarta, pada Kamis (29/5).

Kedua, mengecam aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap wartawan Kompas TV yang dilindungi hukum (UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan 18 UU), ketiga, menuntut Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan aparatnya untuk menangkap dan mengadili para pelaku kekerasan atas nama agama, baik dalam kasus yang terjadi di rumah Julius tadi malam, ataupun kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan yang berada di wilayah DIY.

Keempat, mendesak kepolisian, khususnya Kepolisian Daerah (Polda) DIY segera menangkap para pelaku, kelima, mendesak polisi mengusut tuntas motif penyerangan dan menangkap aktor di balik penyerangan dan penganiayaan atas nama agama tersebut, keenam, mengajak masyarakat dan insan pers untuk melawan sikap intoleran dan aksi-aksi kekerasan atas nama agama yang merampas hak-hak dan kebebasan warga untuk beragama, berkeyakinan, dan beribadah.

Terakhir, menyerukan kepada jurnalis dan media massa untuk mengedukasi publik lewat pemberitaan yang mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan agama dan keyakinan/kepercayaan.

Penyerangan semalam menyebabkan Julius (pemilik rumah) dan ibu-ibu jemaat mengalami luka serius karena dipukuli dengan besi dan dilempar pot. Saat ini, mereka tengah dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih. Penyerang tersebut juga mengobrak-abrik motor-motor jemaat, hingga membuat motor-motor itu rusak.

Tindakan brutal penyerangan sekelompok massa yang mengatasnamakan agama merupakan tindak anarkis, kriminal, dan intoleran dalam kehidupan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Konstitusi bangsa ini menjamin hak-hak dan kebebasan segenap warga negara untuk beragama, berkeyakinan dan menjalankan ibadah (UUD 1945 Pasal 28E ayat 2, 28I ayat 1, dan 29 ayat 2).

Mirisnya, aksi tersebut terjadi di Yogyakarta yang dikenal luas sebagai kota toleransi. Dan, persis seminggu yang lalu, Jumat (23/5), Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, oleh Jaringan Antariman Indonesia (JAII) diberikan Penghargaan Pluralisme, sebagai kepala daerah di Indonesia yang mendorong keberagaman menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Faktanya, belakangan ini DIY menjadi wilayah yang tidak aman bagi warganya untuk menjalankan atau mengekspresikan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Pernyataan Sikap AJI

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)  Yogyakarta mengecam penganiayaan dan perampasan kamera jurnalis Kompas T,  Michael Aryawan, serta kekerasan atas nama agama. Kepolisian diminta mengusut tuntas dan menangkap pelaku.

(AJI Yogyakarta pun mengutuk tragedi yang menghancurkan kebebasan umat beragama serta mengancam  kebebasan pers tersebut. AJI Yogyakarta juga telah melakukan koordinasi dengan Pemimpin Redaksi Kompas TV, Yogi Arif Nugraha, serta Kepala Biro Kompas TV, Daeng Tanto, untuk mengambil langkah hukum terhadap kasus yang menimpa Michael Aryawan.

Bertolak dari kasus tersebut serta hukum yang mendasarinya, AJI Yogyakarta menyatakan lima sikap, pertama, mengecam aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap wartawan serta penyerangan rumah tempat acara kebaktian Rosario oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab, kedua, mendesak Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polda DIY, segera menangkap pelaku penyerangan yang sebagian telah teridentifikasi identitasnya oleh korban. Polisi sebaiknya serius menangkap pelaku kriminal tersebut dan tidak pandang bulu, mengingat banyak kasus kekerasan atas nama agama serta kasus kekerasan terhadap wartawan yang gagal diselesaikan Polda DIY.

Ketiga, AJI Yogyakarta juga meminta agar kamera milik Michael Aryawan yang dirampas agar dikembalikan dengan utuh beserta isi rekaman di dalamnyam, keempat, menyerukan kepada seluruh insan pers dan masyarakat luas untuk menyatakan perang terhadap ancaman kebebasan pers termasuk yang dilakukan oleh masyarakat sipil dengan mengatasnamakan agama.

Terakhir, sebagai organisasi profesi yang menjunjung tinggi pluralisme, Hak Asasi Manusia, dan demokrasi, AJI Yogyakarta menolak berbagai bentuk dan upaya pemberangusan kebebasan beragama oleh sekelompok orang apalagi dilakukan dengan cara-cara kriminal. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home