Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 17:40 WIB | Sabtu, 10 September 2016

Sekolah Kristen di Kenya Tak Boleh Larang Siswi Berjilbab

Hakim memutuskan bahwa para penyelenggara pendidikan harus merangkul prinsip keberagaman dan non-diskriminasi.
Siswi Muslim duduk bersama teman-teman Kristen di Sekolah Dasar yang dikelola Katolik, Malindi Central Primary School di Kenya. (Foto: csmonitor.com)

ISIOLO, SATUHARAPAN.COM - Sebuah pengadilan di Kenya memutuskan bahwa sekolah-sekolah Kristen tidak boleh melarang perempuan Muslim mengenakan jilbab sebagai bagian dari seragam mereka.

Keputusan tersebut terkait kebijakan sebuah sekolah yang dikelola gereja, yang melarang murid perempuan mengenakan jilbab, dengan alasan bahwa perbedaan pakaian bisa memunculkan perselisihan.

Seperti dilaporkan bbc.com, hari Jumat (9/9), hakim memutuskan bahwa para penyelenggara pendidikan harus merangkul prinsip keberagaman dan non-diskriminasi.

Para hakim mengatakan bahwa para pelajar "dijamin sepenuhnya hak-hak mereka dan hak itu tidak berkurang hanya karena melewati gerbang sekolah."

Sekitar 11 persen penduduk Kenya adalah Muslim, sementara 83 persen memeluk agama Kristen.

Sebelumnya, sekolah-sekolah negeri sudah membolehkan penggunaan jilbab.

Para siswi di Sekolah Menengah Kiwanjani Day St Paul di Isiolo, dilarang mengenakan jilbab dan celana panjang putih sebagai bagian dari seragam mereka.

Pemerintah daerah menerbitkan peraturan yang menyebut bahwa gadis-gadis Muslim harus diizinkan untuk memakai jilbab, dan Gereja Methodist menggugat peraturan itu di pengadilan. Tapi tiga hakim dalam sidangnya setuju dengan pemerintah setempat.

Diskriminasi

Media lokal melaporkan, pengadilan menyatakan bahwa larangan jilbab merupakan diskriminasi terhadap anak perempuan Muslim, "karena melarang dan menghalangi mereka menjalankan apa yang mereka percayai sebagai perintah agama mereka."

Kasus ini mungkin akan berdampak pada kaum minoritas lainnya, seperti sekte Kristen, Akorino, yang memakai turban.

Seorang ayah, John Kamau, mengatakan kepada BBC, putusan itu datang terlambat untuk anaknya, yang dikeluarkan dari empat sekolah yang berbeda karena melanggar aturan larangan jilbab.

"(Putusan) hukum itu bagus sekali," katanya, "tetapi tidak dapat mengembalikan peluang yang terbuang dan waktu yang tersia-siakan karena para kepala sekolah yang mengesampingkan konstitusi Kenya dan mengintimidasi anak-anak kita."

Sebagian besar wilayah utara Kenya sangat sedikit menerima dukungan pemerintah selama beberapa dekade dan telah tumbuh bergantung pada sekolah dan rumah sakit yang dikelola oleh misionaris Kristen.

Di negara seperti Garissa, Mandera dan Lodwar, sekolah terbaik dikelola oleh misionaris Kristen. Sekolah membuat aturan termasuk mempelajari Kristen dan di sekolah-sekolah Katolik siswa diminta untuk menghadiri Misa pagi. Hal itu merupakan tantangan bagi siswa Muslim yang bergabung di sekolah tersebut.

Salah satu orang tua Muslim yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada BBC bahwa pada awalnya, ia telah menerima aturan sekolah karena mendapatkan hasil yang bagus dari sekolah. Dia ingin putrinya lulus sekolah hingga masuk ke universitas. Tapi dengan berjalannya waktu, ia menemukan aturan sekolah menjadi bertentangan dengan agama keluarganya. Guru menangguhkan putrinya daripada memungkinkan dia untuk berdoa dengan cara Islam.

Akhirnya ibu ini menjadi salah satu orang tua yang menantang kebijakan seragam sekolah. "Keputusan terbaru ini sangat baik tidak hanya untuk anak saya sendiri tetapi untuk banyak siswa seperti dia di Kenya utara-timur di mana praktis sekolah terbaik dijalankan oleh biarawati Katolik," kata ibu itu.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home