Loading...
MEDIA
Penulis: Tunggul Tauladan 20:46 WIB | Jumat, 21 Agustus 2015

Sinergisitas Pemangku Kepentingan Perlu Untuk Tuntaskan Kasus Udin

Narasumber dalam Seminar Nasional "Menghentikan Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Penuntasan Kasus Udin” pada Jum'at (21/8). Dari kiri ke kanan: Aryo Wisanggeni (AJI Indonesia), Siti Noor Laila (Komisioner Komnas HAM), Imam Wahyudi (Anggota Dewan Pers), dan moderator Tri Wahyu KH dari Koalisi Masyarakat untuk Udin (KMU). (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Penyelesaian kasus kematian wartawan suratkabar Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin (Udin) masih menjadi tanda tanda besar. Penuntasan kasus pembunuhan yang telah “dipeti- eskan” selama 19 tahun tersebut, hingga hari ini masih terselimuti awan kelabu dalam hal penuntasannya.

Berbagai pihak terus mencoba untuk mendorong pihak kepolisian agar terus berupaya menuntaskan kasus Udin. Ajakan untuk “Menolak Lupa” menjadi pakem yang terus disemai oleh banyak kalangan. Upaya untuk “Menolak Lupa” tersebut salah satunya diwujudkan dengan menghidupkan ingatan tentang semangat Udin melalui sebuah seminar nasional pada Jum’at (21/8)

Seminar nasional peringatan 19 tahun pembunuhan Udin tersebut bertajuk “Menghentikan Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Penuntasan Kasus Udin”. Acara yang dihelat di Ruang Auditorium Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Cik Di Tiro ini terselenggara atas kerjasama antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dengan Yayasan TIFA, dan Program Studi Komunikasi UII Yogyakarta.

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Imam Wahyudi (Anggota Dewan Pers), Siti Noor Laila (Komisioner Komnas HAM), dan Aryo Wisanggeni (AJI Indonesia). Diskusi ini dimoderatori oleh Tri Wahyu KH dari Koalisi Masyarakat untuk Udin (KMU).

Salah satu poin utama yang tersaji dalam diskusi ini adalah upaya untuk mensinergiskan berbagai stakeholder (pemangku kepentingan) dalam penuntasan kasus Udin. Pemangku kepentingan yang dimaksud, antara lain Dewan Pers, AJI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Komnas HAM, hingga Kepolisian. Sinergisitas antarpemangku kepentingan ini sebagai upaya untuk pembagian tugas terhadap penuntasan kasus Udin.

“Kasus Udin ini memiliki banyak stakeholder, seperti Dewan Pers, AJI, Komnas HAM, hingga Kepolisian. Ini perlu ada suatu sinergi antarstakeholder sebagai strategi bagi-bagi tugas untuk penuntasan kasus Udin,” demikian disampaikan oleh Imam Wahyudi.

Imam menambahkan bahwa upaya sinergi tersebut sebenarnya telah dimulai oleh Dewan Pers. Pada bulan Mei silam, Dewan Pers telah membentuk dan mengirimkan tim untuk mencari data dan fakta seputar kasus Udin. Tak hanya pencarian data dan fakta, Dewan Pers juga telah menjalin komunikasii dengan beberapa stake holder, salah satunya dengan pihak Kepolisian.

Di sisi lain, Siti Noor Laila dari Komnas HAM menyepakati upaya sinergisitas para stake holder tersebut. Bahkan, Siti juga mencoba untuk mendorong para stake holder bisa duduk bersama dan merumuskan kajian untuk penuntasan kasus Udin.

“Dewan Pers, Komnas HAM, dan organisasi jurnalis duduk bersama untuk melakukan kajian tentang kasus Udin,” ujar Siti.

Menurut Siti, upaya lebih jauh sebenarnya bisa dilakukan dengan pencarian pola terhadap kasus pembunuhan Udin. Pola yang dimaksud oleh Siti, yaitu apakah kasus pembunuhan tersebut merupakan sesuatu yang terstruktur atau tidak. Jika kasus tersebut terbukti terstruktur, maka tidak menutup kemungkinan, kasus Udin bisa dikategorikan ke dalam kasus pelanggaran HAM berat.

Di sisi lain, jika ternyata kasus Udin tidak termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat, maka minimal pihak yang telah melakukan kajian bisa membawa temuan tersebut untuk melakukan audiensi dengan Kepolisian. Hal ini menjadi sesuatu yang penting, karena hingga saat ini, pembunuh sebenarnya atas kasus Udin belum terungkap sehingga kasus Udin tidak bisa kadaluarsa.

“Pada bulan Mei, Dewan Pers melakukan diskusi dengan Irjen Polisi Ronny Franky Sompie dan Jenderal Sutarman untuk membahas apakah kasus Udin bisa kadaluarsa. Dari diskusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kasus Udin tidak bisa kadaluarsa karena belum ada tersangka. Itu jadi poin penting,” jelas Imam.

Kasus pembunuhan Udin menjadi milestone bahwa independensi jurnalis dipertaruhkan ketika mengangkat suatu berita yang menyinggung pihak-pihak tertentu. Meskipun keamanan jurnalis telah digaransi lewat UU Pers No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Indonesia hingga UUD 1945 Pasal 28 huruf F, namun kenyatannya kekerasan bahkan pembunuhan kepada jurnalis masih terus terjadi. Udin, dibunuh karena berita. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home