Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:20 WIB | Selasa, 05 Juli 2016

Singapura Tetap Kejar Perusahaan Penyebab Kebakaran Hutan

Ilustrasi: Suasana Kota Banjarmasin yang tertutup kabut asapakibat kebakaran hutan, Oktober 2015. (Foto: dw.com)

SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM – Singapura bersikeras mengusut siapa yang bertanggung jawab untuk kebakaran hutan di Indonesia tahun lalu, sekalipun Indonesia mengajukan protes keras meminta agar warganya tidak diusut.

Kebakaran hutan tahun lalu, yang mengakibatkan kabut asap tebal menyelimuti Asia Tenggara bisa menyebabkan ketegangan diplomatik baru antara Indonesia dan Singapura.

Pemerintah Singapura, sudah mengirim catatan kepada enam perusahaan Indonesia yang mereka yakini bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan mengancam bakal menjadi target pengusutan.

Duta Besar Singapura di Indonesia, Anil Kumar Nayar, mengemukakan hal itu. "Kami akan mengejar, untuk menyebutnya secara tegas orang-orang jahat yang telah menyebabkan masalah ini," kata Anil Kumar Nayar kepada kantor berita AFP baru-baru ini, seperti dilansir dari dw.com.

Upaya Singapura untuk menjatuhkan sanksi hukum kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia itu, bisa menyulut ketegangan diplomasi baru antara kedua negara.

Singapura berpendapat, kebakaran hutan dan kabut asap telah menyebabkan kerugian besar di beberapa negara, sehingga negara itu bisa menerapkan aturan internasional untuk menindak para pelakunya.

Tapi, Jakarta mempertanyakan dan mengecam upaya Pemerintah Singapura yang ingin mengusut warganegara Indonesia. Indonesia juga bersikeras bahwa tidak ada perjanjian ekstradisi antara kedua negara.

Bulan Mei lalu, otoritas Singapura sempat mengeluarkan surat perintah penahanan dari pengadilan, untuk seorang direktur perusahaan Indonesia yang terkait dengan kabut asap, saat dia masuk ke Singapura.

Protes langsung datang pihak Indonesia yang menyatakan, akan meninjau lagi kerja sama dengan Singapura pada isu-isu lingkungan.

"Singapura tidak bisa melangkah ke dalam domain Indonesia," kata Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, kepada wartawan bulan Juni lalu. Namun ketika dihubungi untuk menanggapi soal itu, juru bicaranya menolak berkomentar lebih jauh.

Dubes Singapura di Jakarta mengatakan, negaranya tidak akan melanggar kedaulatan Indonesia, dalam mengejar mereka yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan besar itu.

"Kami tidak melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan. Ini bukan menargetkan negara mana pun, atau kedaulatan siapa pun," katanya.

Menurut aturan hukum Singapura, perusahaan lokal dan asing, bisa terkena sanksi denda sampai 100.000 dolar Singapura (senilai US $ 74.000) atau Rp 969.770 per satu hari. Tertutupnya kabut asap di Sngapura bisa menyebabkan gangguan kesehatan.

Anil Kumar Nayar mengatakan, sejauh ini hanya dua perusahaan yang merespons panggilan pengadilan, tanpa menyebut nama-nama perusahaan itu.

Pemerintah Singapura, sudah berulang kali meminta Indonesia untuk memberi informasi terperinci tentang perusahaan-perusahaan pemilik konsesi yang mungkin melakukan pembakaran hutan. Tapi sampai saat ini, Indonesia belum memberikan informasi apa pun.

Menurut Dubes Singapura Anil Kumar Nayar, negaranya tetap akan melakukan pengusutan sesuai prosedur hukum, dan mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan "dengan cara lain". Untuk perusahaan-perusahaan itu dapat ditemukan dengan cara lain.

"Ini adalah bagian dari proses hukum. Tapi kami ingin bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia," katanya.

Salah satu argumen utama Indonesia menolak pengusutan Singapura adalah harus ada pendekatan regional melalui mekanisme ASEAN. Hal itu dianggap lebih efektif daripada tindakan masing-masing negara..

"Mereka tahu, pandangan kami tentang hal ini… (yang) terbaik untuk (menyelesaikan) masalah kabut asap ini adalah melalui mekanisme ASEAN," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir .

ASEAN memang sudah menyepakati, kawasan itu akan bebas kabut asap setelah 2020, dan perlu waktu 14 tahun lagi sampai aturan yang berkaitan dengan itu diratifikasi sepenuhnya. Bagi Singapura, langkah itu terlalu lambat.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home