Loading...
INSPIRASI
Penulis: Daniel Herry Iswanto 01:00 WIB | Senin, 08 September 2014

Singkong Keju

Keprihatinan Arif datang dari nasib para petani singkong yang terus-menerus mengalami kerugian.
Rimbunya perkebunan singkong (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Ingat lagu ”Singkong dan Keju”? Arie Wibowo mengisahkan tentang balada anak singkong.  ”Aku suka jaipong, kau suka disco.  Aku suka singkong, kau suka keju.”   Lirik lagu itu memberi inspirasi bagi Arif. ”Mengapa singkong harus dibedakan dan dipisahkan dengan keju? Apakah singkong dan keju tidak bisa disatukan?”

Keprihatinan Arif datang dari nasib para petani singkong yang terus-menerus mengalami kerugian. Bagaimana tidak?  Pada Agustus 2013 harga jual singkong yang biasanya Rp 1.900,- per kg, turun drastis menjadi Rp 300,- per kg.   Akibatnya, ada banyak petani, termasuk dirinya, yang benar-benar terpukul karena antara biaya produksi dan hasil usaha singkong berbanding terbalik, amat sangat rugi. Memang, ada yang tetap menjual, walau rugi.   Ada yang memanen secara bertahap dan hasil panennya digunakan untuk makan sapi, sehingga secara tidak langsung mendapatkan keuntungan berupa susu sapi perah berkualitas.

Tetangganya, lebih dahulu mengembangkan Gethuk Kethek, gethuk singkong berasa manis, lembut, dan gurih.   Dari singkong seharga Rp 2000,- per kg kini menjadi Rp 12.000,- per  kg.   Tangan dingin Arif, anggota TNI aktif dan petani singkong, bersama keluarga mencoba mengembangkan wirausaha bernama Cassava Salatiga, dengan mengolah singkong mentah menjadi singkong keju siap saji yang empuk, gurih, asin, dan manis.   Produknya pun beraneka, mulai dari Singkong Keju, Keju Coklat, hingga Criping Singkong Alay.  

Cassava Salatiga mencoba mengubah citra singkong sebagai makanan kampung menjadi makanan gedongan. Tak pelak lagi, para pejabat pun mulai menyukai. Harganya pun menjadi Rp 40.000,- per kg.   Nasib petani singkong menjadi lebih baik.   Karena mulai kekurangan bahan baku, Arif pun mulai menyewa lahan tidur dan mempekerjakan banyak petani, sehingga menambah pendapatan petani.

 

Itulah salah satu model ekonomi kreatif dan inovatif.   Bukan menjual bahan mentah, tetapi bahan jadi, sehingga punya nilai ekonomi tinggi.   Apa jadinya, kalau petani menjual bahan jadi berupa aneka makanan berbahan baku ketela, talas, kedelai, waluh, dll.? Pasti para petani akan lebih sejahtera.  

Semoga!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home