Loading...
SAINS
Penulis: Bonar Hutagalung 12:30 WIB | Kamis, 31 Maret 2016

SMPK 6 PENABUR Bekali Siswa dengan Pelatihan Jurnalistik

SATUHARAPAN.COM -  SMPK 6 PENABUR Jakarta membentuk tim jurnalistik melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk melengkapi keterampilan siswa di luar bidang akademik. Tim Jurnalistik SMPK 6 PENABUR terbentuk kurang dari satu tahun lalu, tim ini memiliki 12 anggota (kelas 7 hingga kelas 9). 

Laiknya ekstrakurikuler lainnya, kegiatan jurnalistik diadakan satu minggu sekali sepulang sekolah, setiap selasa sekitar 90 menit. 

Mereka memakai lab komputer supaya memudahkan dalam bertukar informasi dan siswa dalam mengerjakan tugas.

Kegiatan selama pertemuan adalah materi dasar jurnalistik seperti belajar tata bahasa, Edisi yang Disempurnakan (eyd), menyunting, berwawancara, praktik menjadi reporter, kaidah jurnalisme dan sebagainya.

Selain itu, siswa juga rutin menulis untuk majalah BEST, web sekolah (termasuk menulis laporan kegiatan sekolah seperti kegiatan Natal, dan sebagainya)

Kegiatan lain antara lain pernah mengunjungi stasiun TV RCTI untuk belajar langsung jurnalisme, berwawancara dgn produser acara berita dan pembawa acara Seputar Indonesia, dan sebagainya. Selain itu kunjungan ke Gramedia Pustaka Utama utk mempelajari prosedur penerbitan buku jurnalisme. 

Berikut salah satu hasil karya siswa anggota Tim Jurnalistik SMPK 6 PENABUR, Angela kelas 8A dengan judul: 5S Sebagai Ciri Khas Bangsa.

“Selamat pagi, Pak! Selamat pagi, Bu!” para murid berlarian menghampiri. Dengan seberkas senyuman lebar di bibir mereka, mereka mengucapkan salam hangat, “Selamat pagi!” ucap mereka. Matahari tak kunjung menunjukkan sinar hangatnya, masih sejuk dan angin pagi masih berhembus sepoi-sepoi.

                Entahlah, mendengar sapaan dan melihat senyuman lebar mereka membuat suasana lebih hangat, menghiraukan dinginnya angin pagi. Tanpa menunggu lama, terdengar jawaban yang dinanti-nanti: “Selamat pagi juga!” diiringi senyuman lebar. “Suka. Aku begitu menyukai dan menikmati kegiatan ini,” ucap Pak Ferry seorang pengurus Tata Usaha, “karena 5S merupakan langkah menjalani aktivitas.”

                Pertukaran sapaan terus diulang dan diulang, sampai seorang siswa lelaki yang memakai pakaian sedikit kumuh dan berkerut, tanpa mengenakan dasi datang dan menghampiri para guru. “Rapikan dulu bajumu!” ucap sang guru sedikit tegas. Anak itu hanya mengangguk dan bergegas ke toilet terdekat. Setelah beberapa saat, ia menghampiri guru tersebut, “Bu,” ia merendahkan tatapannya, “maafkan saya.” Guru tersebut menatap matanya, penuh dengan keseriusan. Ia menghela napas, “Baiklah,” sekilas terlihat senyum kecil di bibirnya. Anak lelaki itu berlari girang, tanpa sadar akan guru yang terus menatap punggung kecilnya.

                Cahaya sang surya melewati sela-sela pepohonan hijau, memberikan suasana hangat ke seluruh sudut ruangan. Dari kejauhan, sudah terdengar cAnda tawa diiringi suara gemersik angin pagi. Jam yang sudah berdentang 6 kali sejak fajar sekali lagi menunjukan suaranya. Sudah 7 kali ia berdentang hari ini, setiap 60 menit sekali.

“TENG!! TENG!!” suara tersebut terngiang sampai lantai 3! Semua orang terhenti dari kegiatannya, memalingkan wajah mereka ke jam dinding di sudut ruangan. Hanya untuk memastikan waktu. Detik-detik selanjutnya diiringi hentak-hentakan kaki.

*  *  *

Saat ditanya, seorang siswi berkata, “Enak, kok! Menurutku, 5S itu bikin enjoy. Memang sebenarnya, tidak ada efek langsungnya sih,” ucap Christine siswi kelas 7A, “tapi, kan senang kalau kita bisa senyum dan stay happy!” tambahnya.

                Budaya 5S sebenarnya adalah budaya turunan dan sudah menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Banyak orang mengagumi masyarakat Indonesia karena keahliannya dalam bidang ini. Bahkan, Indonesia mendapat julukan yang patut dibanggakan: “Negara yang Paling Murah Senyum.”

                Sedih, sekarang, banyak orang melupakan budaya 5S. “Tidak ada alasan khusus, sih. Malu saja,” banyak orang berkata serupa. Budaya dari leluhur pendiri Indonesia ini mulai terlupakan, karena tingginya individualisme seseorang.  Perlahan, nam harum Indonesia sebagai “Negara Murah Senyum” mulai terlupakan.

Apakah Anda ingin mengembalikan nama harum Indonesia yang mulai hilang? (ADV/HUMAS BPK PENABUR JAKARTA)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home