Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 08:35 WIB | Jumat, 10 Januari 2014

Survei di 7 Negara: Setuju Perempuan Berjilbab, dan Pemisahan Agama dan Negara

Para perempuan dalam revolusi di Tunisia 2011 yang menandari Musim Semi Arab. (Foto: Ist)

MICHIGAN, SATUHARAPAN.COM - Perempuan harus menutupi rambut mereka. Pemerintah harus menerapkan hukum Syariah. Tapi demokrasi dan pemisahan antara agama dan negara mungkin yang terbaik bagi masyarakat. Hal-hal itu adalah bagian dari temuan kadang-kadang bertentangan dari studi terbaru tentang sikap masyarakat di tujuh negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang diterbitkan oleh Institute for Social Research di University of Michigan. Tujuh negara yang disurvei adalah Mesir, Tunisi, Libanon, Arab Saudi, Turki, Pakistan, dan Irak.

Lebih dari setengah orang yang disurvei di Turki dan Tunisia, dan hampir setengah dari  Arab Saudi yang dikenal konservatif  mengatakan bahwa  perempuan harus memilih apa yang mereka kenakan di luar rumah mereka. Namun  mayoritas warga di ketiga negara juga mengatakan bahwa perempuan harus mengenakan jilbab di depan umum.

Jenis jilbab adalah hal yang berbeda. Hampir tiga perempat dari orang-orang di Arab Saudi mengatakan mereka berpendapat  perempuan harus mengenakan burqa atau cadar  yang dikenal sebagai niqab ketika di depan umum.

Sebagai perbandingan, warga Tunisia dan Turki lebih suka versi yang lebih moderat dari jilbab yang dikenal sebagai jilbab, meskipun survey itu juga menunjukkan bahwa  32 persen di Turki, dan 15 persen di Tunisia mengatakan  bagwa perempuan  seharusnya tidak memakai jilbab sama sekali.

Di Libanon, 49 persen responden mengatakan  bahwa perempuan seharusnya tidak memakai jilbab di depan umum. Hal itu kemungkinan mencerminkan 27 persen dari  warga Libanon yang disurvei beragama Kristen.

Pemerintahan Sekuler

Laporan itu juga menyebutkan  bahwa  orang di Mesir, Irak dan Pakistan  juga, menawarkan temuan mengejutkan pada sikap mereka terhadap pemerintahan sekuler (pemisahan agama dan negara), toleransi beragama, dan sikap terhadap Amerika.

Mayoritas besar orang di Mesir, Irak, Libanon, Tunisia dan Turki mengatakan negara mereka akan lebih baik jika agama dan pemerintah dipisahkan. Di Pakistan, hanya sembilan persen orang mengatakan negara itu akan lebih baik dengan pemisahan agama dan negara, sementara tidak ada hasil yang tersedia untuk Arab Saudi.

Pada semua dari tujuh negara itu, mayoritas besar menyebutkan kata demokrasi , yang tidak didefinisikan, adalah bentuk pemerintahan terbaik. Pada saat yang sama, mayoritas kuat di Arab Saudi, Pakistan dan Mesir, serta setengah di Irak, mengatakan  bahwa pemerintah harus menerapkan syariah, pandangan bersama hanya 20 persen dan 27 persen orang di Libanon, Tunisia dan Turki.

"Angka-angka ini memberitahu kita bahwa orang-orang menginginkan demokrasi , tetapi mereka tidak ingin demokrasi yang bertentangan dengan agama. Mereka tidak ingin demokrasi di mana agama tidak memiliki peran," kata Ebrahim Moosa, seorang profesor agama dan studi Islam di Duke University mengomentari hasil survey itu.

Orang-orang di Barat dan di negara-negara Muslim memiliki pengertian yang sangat berbeda tentang arti Syariah  atau hukum Islam, kata Moosa. Sementara Barat menganggap Syariah sebagai hukum pidana yang keras, namun banyak Muslim menganggapnya sebagai keadilan, dan kesetaraan.

Toleransi

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa di Arab Saudi, 70 persen responden mengatakan non  Muslim harus dilarang mempraktikkan agama mereka di negara mereka. Tapi hanya 27 persen dari  responden di Turki,   23 persen orang Irak, dan 18 persen dari Tunisia berpendapat demikian.

Di Pakistan, di mana sering terjadi  kekerasan anti Kristen, hanya empat persen responden yang mengatakan bahwa  non- Muslim seharusnya tidak diperbolehkan untuk mempraktikkan agama mereka.

Mansoor Moaddel, seorang sosiolog di University of Maryland, College Park, dan peneliti  â€‹â€‹utama, mengatakan bahwa Tunisia memiliki kesempatan terbaik untuk membangun demokrasi liberal sebagaimana  hasil studi tersebut.

"Tunisia memiliki tingkat tertinggi toleransi beragama," kata dia. "Semakin tinggi toleransi beragama, semakin tinggi tingkat toleransi untuk perbedaan pendapat."

Laporan ini diterbitkan pada 15 Desember. Penelitian dilakukan antara tahun 2011 dan 2013. Tingkat respons survei secara keseluruhan adalah 78 persen. Di antara 3.070 responden, 55 persen adalah perempuan.

Tujuh negara yang disurvei terdiri kira-kira seperempat dari umat Islam di dunia. Arab Saudi adalah tempat kelahiran Islam, dan Tunisia adalah di mana Arab Spring (musim semi Arab yang menghembuskan revolusi di sejumlah negara Arab) dimulai.  (religionnews.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home