Loading...
EKONOMI
Penulis: Sabar Subekti 15:11 WIB | Selasa, 17 Januari 2023

Survei WEF: Diperkirakan Tahun 2023 Terjadi Resesi Global

Seorang perempuan berjalan melewati logo World Economic Forum (WEF) 2023 di Pusat Kongres Davos di resor Alpen Davos, Swiss, pada hari Minggu, 15 Januari 2023. (Foto: Reuters)

DAVOS, SATUHARAPAN.COM - Dua pertiga dari kepala ekonom sektor swasta dan publik yang disurvei oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperkirakan resesi global pada tahun 2023, kata penyelenggara Davos pada hari Senin (16/1) ketika para pemimpin bisnis dan pemerintah berkumpul untuk pertemuan tahunannya.

Sekitar 18 persen menganggap resesi dunia "sangat mungkin", lebih dari dua kali lipat dari survei sebelumnya yang dilakukan pada September 2022. Hanya sepertiga responden survei yang melihatnya sebagai tidak mungkin tahun ini.

"Inflasi tinggi saat ini, pertumbuhan rendah, utang tinggi, dan lingkungan fragmentasi tinggi mengurangi insentif untuk investasi yang dibutuhkan untuk kembali ke pertumbuhan dan meningkatkan standar hidup bagi yang paling rentan di dunia," kata Managing Director WEF, Saadia Zahidi, dalam sebuah pernyataan yang menyertai hasil survei tersebut.

Survei organisasi didasarkan pada 22 tanggapan dari sekelompok ekonom senior yang diambil dari lembaga internasional termasuk Dana Moneter Internasional, bank investasi, perusahaan multinasional, dan kelompok reasuransi.

Survei tersebut dilakukan setelah Bank Dunia pekan lalu memangkas perkiraan pertumbuhan 2023 ke tingkat yang mendekati resesi untuk banyak negara karena dampak kenaikan suku bunga bank sentral meningkat, perang Rusia di Ukraina berlanjut, dan mesin ekonomi utama dunia tergagap.

Definisi tentang apa yang dimaksud dengan resesi berbeda-beda di seluruh dunia tetapi umumnya mencakup prospek ekonomi yang menyusut, mungkin dengan inflasi tinggi dalam skenario “stagflasi”.

Mengenai inflasi, survei WEF melihat variasi regional yang besar: proporsi perkiraan inflasi tinggi pada tahun 2023 berkisar dari hanya lima persen untuk China hingga 57 persen untuk Eropa, di mana dampak kenaikan harga energi tahun lalu telah menyebar ke ekonomi yang lebih luas.

Mayoritas ekonom melihat pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut di Eropa dan Amerika Serikat (masing-masing 59 persen dan 55 persen), dengan pembuat kebijakan terperangkap di antara risiko pengetatan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home