Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 19:39 WIB | Minggu, 22 November 2015

Tahun 1979 Islam dan Kristen di Aceh Sepakati Ikrar Kerukunan Bersama

Asfinawati (kanan) saat memberi keterangan pers di Kantor LBH, Jakarta, hari Jumat (27/2/15), mendesak Bareskrim Polri mengadakan gelar perkara khusus terhadap kasus yang dituduhkan kepada Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto. Asfinawati adalah tim pengacara Bambang Widjojanto. (Foto: Antara/Ismar Patrizki)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Asfinawati dalam sebuah Pendapat Hukum atau Legal Opinion yang disusunnya mengatakan bahwa umat Islam di Aceh pernah membuat perjanjian dengan umat Kristiani untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Aceh. 

Perjanjian atau Ikrar kerukunan bersama tersebut ditandatangani oleh 11 tokoh Islam dan 11 tokoh Kristen dengan disaksikan  para Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Aceh Selatan, Muspida Kabupaten Tapanuli Tengah dan Muspida Kabupaten Dairi pada 13 Oktober 1979 di Lipat Kajang, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil. 

"Terjadinya perjanjian tersebut disebabkan pembangunan gereja Katolik di Mandumpang dan pembangunan Gereja Tuhan Indonesia (GTI) di desa Gunung Meriah pada tahun 1979 digagalkan. Selain itu gereja GKPPD di Siatas, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Gunung Meriah dibakar. Saat itu hampir seluruh umat Kristen dari Aceh Singkil mengungsi ke Sumatera Utara selama empat bulan. Akibatnya ladang dan rumah serta ternak hilang karena tidak terurus." demikian kutipan Pendapat Hukum (Legal Opinion) Asfinawati tentang Penyegelan 17 Rumah Ibadah di Aceh Singkil yang diterima satuharapan.com hari Rabu (18/11). 

Situasi tersebut berakhir dengan kesepakatan perjanjian. Perjanjian atau Ikrar kerukunan bersama ini terdiri dari lima poin;

  1. Umat Islam dan umat Kristen dalam wilayah Kecamatan Simpang Kanan menjamin ketertiban dan keamanan dan terwujudnya stabilitas wilayah dan kerukunan beragama. 
  2. Meminta kepada Pemerintah supaya para pelaku-pelaku akibat terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan baik di pihak umat Islam maupun umat Kristen agar dapat ditindak menurut hukum yang berlaku. 
  3. Pendirian/rehab gereja dan lain-lain tidak kami laksanakan sebelum mendapat izin dari pemerintah daerah Tk II Aceh    Selatan, sesuai dengan materi dari keputusan bersama menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 tahun 1969.
  4. Pelanggaran dari perjanjian/pernyataan tersebut di atas kami bersedia dituntut menurut hukum yang berlaku.
  5. Kami tidak menerima kunjungan baik pastur atau pendeta atau ulama-ulama yang memberikan kuliah/pemandian/pembaptisan/sakramen kepada umatnya dalam wilayah kecamatan Simpang kanan, kecuali sudah mendapat izin dari pemerintah setempat.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home