Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:22 WIB | Kamis, 17 September 2015

Tanda Tangan, Proyek Kereta Api Cepat Jatuh ke Tiongkok?

Dua model sedang memperhatikan replika kereta api cepat Tiongkok dalam sebuah pameran di Jakarta (Foto: Dok. satuharapan.com/AFP)

BEIJING, SATUHARAPAN.COM – Indonesia dan Tiongkok kembali menindaklanjuti rencana pembangunan kereta api cepat, termasuk pengembangan kerja sama tersebut berupa produksi bersama gerbong kereta api berorientasi ekspor.

"Kami tindaklanjuti kembali, dan dibahas berbagai hal terkait kereta api cepat sehingga kita dapat selesikan segera kesepakatannya, dan kereta api cepat tersebut dapat segera dibangun," kata Menteri BUMN Rini Soemarno dalam perbincangan dengan ANTARA di Beijing, Rabu (16/9) malam.

Ditemui usai menyaksikan penandatanganan kesepakatan pinjaman tiga bank BUMN, yakni Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI dengan Bank Pembangunan Tiongkok (CDB), ia mengatakan Tiongkok menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (b to b) tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN.

"Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiun-nya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara b to b, maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi," tutur Rini.

"Terkait alihteknologi tersebut, Tiongkok sepakat untuk memberikan pelatihan kepada Indonesia, apakah ahli mereka ke Indonesia, atau kita mengirimkan tenaga ahli kita untuk belajar di Tiongkok," katanya.

Bahkan, lanjut dia, Tiongkok bahkan sepakat untuk melakukan produksi bersama gerbong kereta api, tidak saja gerbong kereta api cepat, tetap juga kereta api listrik dan light train yang kini sedang dibangun.

"Gerbong kereta hasil produksi bersama RI-Tiongkok tersebut dapat ekspor ke negara lain, sehingga ini juga pemasukkan bagi negara dan dapat menciptakan lapangaan pekerjaan baru," ungkap Rini menambahkan.

Terkait produksi bersama gerbong kereta tersebut, Tiongkok sepakat untuk membangun pabrik alumunium di Indonesia.

"Jadi, Tiongkok setuju bahwa bahan baku alumunium yakni bauksit, harus diolah menjadi produk akhir yaitu alumunium, baru diekspor. Ini kan memberikan nilai tambah yang berlipat. Jika industri alumunium dapat dibangun, maka slab alumunium sebagai bahan untuk membuat gerbong kereta api sudah dapat kita hasilkan pula, melalui kerja sama ini. Bahkan untuk kepentingan industri pesawat terbang juga," tutur Menteri BUMN.

Rini mengemukakan, berbagai kesepakatan tersebut akan dibahas intensif sehingga dapat segera berbagai proyek terkait pembangunan kereta api cepat tersebut dapat segera dilaksanakan.

"Jika berbagai kesepakatan tersebut sudah disahkan, maka proyek dapat dilaksanakan dengan perkiraan tenaga kerja yang dapat diserap sekitar 40 ribu orang. Jika kereta api cepat ini terbangun, semisal antara Jakarta-Bandung, maka kita ingin ekonomi di kota-kota yang berada di sepanjang jalur tersebut seperti Karawang dan Walini, juga hidup, masyarakat menjadi lebih sejahtera," katanya.

Rini menekankan untuk proyek tersebut pihaknya telah membentuk konsorsium yang antara lain terdiri atas PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Inka (Persero).

Pembahasan tindaklanjut pembangunan kereta api cepat dilakukan Menteri BUMN dalam pertemuannya dengan Kepala Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi (NDRC)--Bappenas di Indonesia--, Bank Pembangunan Tiongkok (CDB) dan tinjauan langsung China Railway Corp.

Menteri RI dan sejumlah pimpinan direksi perusahaan BUMN menjajal kereta api cepat Beijing-Tianjin, yang berjarak 150 kilometer, yang ditempuh dengan waktu 30 menit dengan rata-rata kecepatan 200-300 kilometer per jam.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home