Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 09:06 WIB | Kamis, 28 Oktober 2021

Tarif Tes PCR, Soal Ekonomi atau Melawan Pandemi?

Tes PCR. (Foto ilustrasi: dok. Antara)

SATUHARAPAN.COM-Tarif tes PCR (polymerase chain reaction) untuk COVID-19 telah menjadi bahan perdebatan, dan tariff yang ditetapkan di Indonesia disebutkan sebagai memberatkan warga.

Tes PCR merupakan metode pemeriksaan virus SARS Co-2 (COVID-19) dengan mendeteksi DNA virus. Dari uji ini akan didapatkan hasil apakah seseorang positif atau tidak terhadap SARS Co-2. Selain itu ada tes lain, swab (usap), namun bagi pelaku perjalanan jauh ada kewajiban tes PCR, selain dokumen lain sebagai syarat.

Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Tarif yang ditetapkan sebesar Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali. Dan ini berlaku mulai 24 Oktober lalu.

Namun banyak yang berpendapat bahwa tarif Rp 300 ribu saja dinilai masih tinggi dan memberatkan, ini terutama dirasakan di masa pemulihan ekonomi, ketika mobilitas manusia juga meningkat.

Ada tuduhan bahwa ada kepentingan bisnis dalam tarif tse PCR ini, dan itu menyebabkan tarifnya tidak bisa lebih murah lagi. Namun Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengklaim batasan tarif tertinggi tes PCR di Indonesia termasuk yang murah dibanding di bandara-bandara internasional lainnya.

Jokowi meminta agar tes PCR bertarif Rp 300 ribu dan menjadi 10 besar yang termurah di dunia. Dan Budi menyebut pemerintah tak berencana memberi subsidi.

Deteksi Awal

Tes PCR atau tes swab untuk COVID-19 adalah langkah awal untuk mendeteksi ada atau tidak adanya virus corona pada seseorang, ini untuk mencdegah orang positif COVID-19 berada di tengah masyarakat dan menularkan ke orang lain. Tanpa tes itu, kita tidak tahu apakah seseorang terinfeksi virus corona atau tidak, terutama yang tanpa gejala.

Angka kasus positif COVID-19 adalah hasil dari tes tersebut, yang kemudian mendorong tindakan medis yang diperlukan untuk mencegah penyebaran virus, termasuk isolasi, karantina atau perawatan lain.

Kalau kita lihat sejumlah negara yang termasuk berhasil mengatasi COVID-19, termasuk Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, dan China di mana COVID-19 itu berasal, salah satu faktornya adalah melancarkan tes COVID-19 secara gencar, bahkan massif.

Itu kemudian disusul dengan tindakan yang lebih tegas, apakah isolasi, pembatasan pergerakan manusia, bahkan penutupan (lockdown).

 

Indonesia juga dikenal berhasil mengatasi gelombang kedua COVID-19 melalui tindakan yang tegas, termasuk tes COVID-19, selain pelacakan, isolasi dan karantina, dan perawata. Juga kampanye memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan, serta vaksinasi.

Tes COVID-19 merupakan langkah awal dan sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah penularan. Jika langkah ini tidak berjalan dengan baik, masalah pandemi bisa lebih panjang, bahkan seperti bom waktu.

Pertimbangan Tarif dan Pandemi

Oleh karena itu, tes untuk mendeteksi COVID-19 juga merupakan kunci, bahkan langkah awal yang penting, untuk mengatasi pandemi ini, agar kita keluar dari pandemi dan menghidupkan kembali ekonomi. Untuk itu, kebijakan tes PCR ini harus diperhitungkan untuk tidak mendorong orang menghindari tes, termasuk karena masalah tarif. Di sisi lain kewajiban melakukan tes PCR bagi pelaku perjalanan bisa dilakukan dengan baik dan ada tanggung jawab sosial untuk melawan pandemi.

Kita bisa tidak mendapatkan informasi yang aktual dan faktual tentang situasi pandemi, jika kita keliru mengambil kebijakan tentang tes PCR ini, baik oleh pemerintah, swasta terkait, dan setiap warga.

Untuk itu, berapa besarnya tarif yang layak untuk tes PCR, yang bisa diterima secara rasional oleh penyelenggara, warga dan pemerintah harus dibicarakan secara terbuka. Ini terutama mencegah tuduhan mengambil keuntungan ditengah himpitan pandemi.

Fokus penentuan tarif itu semestinya melihat situasi khusus, yaitu situasi pandemi, dan bukan sekadar masalah ekonomi, tentang untung dan rugi, serta soal murah dan mahal. Dan itu berarti fokusnya pada upaya nasional mengatasi pandemi, mencegah penularan COVID-19.

Dalam menentukan tarif tes PCR perlu pertimbangan yang seimbang, bukan didominasi oleh satu kepentingan: ekonomi atau masakah tanggung jawab sosial di masa pandemi, tetapi kepentingan nasional menghadapi pandemi. Jangan sampai  keputusan tentang tarif justru menjadi celah menghancurkan capaian kita dalam mengatasi pandemi yang sudah cukup baik ini.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home