Tidak Hapus Konten Dilarang, Rusia Denda Facebook dan Telegram
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang Rusia pada hari Kamis (10/6) memerintahkan Facebook dan aplikasi berpesanan Telegram untuk membayar denda yang besar, karena gagal menghapus konten yang dilarang.
Ini sebuah langkah yang dapat menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperketat kontrol atas platform media sosial di tengah perbedaan pendapat politik.
Pengadilan Moskow mendenda Facebook total 17 juta rubel (sekitar Rp 3,4 miliar)dan Telegram 10 juta rubel (sekitar Rp dua miliar). Namun belum jelas jenis konten apa yang gagal dihapus oleh platform tersebut.
Ini adalah kedua kalinya kedua perusahaan didenda dalam beberapa pekan terakhir. Pada 25 Mei, Facebook diperintahkan untuk membayar 26 juta rubel (sekitar Rp 880 juta) karena tidak menghapus konten yang dianggap melanggar hukum oleh otoritas Rusia. Sebulan yang lalu, Telegram juga diperintahkan untuk membayar 5 juta rubel (sekitar Rp 980 juta) karena tidak menghapus seruan untuk memprotes.
Awal tahun ini, pengawas komunikasi negara Rusia, Roskomnadzor, mulai memperlambat Twitter dan mengancamnya dengan larangan, juga atas dugaan kegagalannya untuk menghapus konten yang melanggar hukum. Pejabat menyatakan bahwa platform tersebut gagal menghapus konten yang mendorong bunuh diri di kalangan anak-anak dan berisi informasi tentang narkoba dan pornografi anak.
Tindakan keras itu terjadi setelah pihak berwenang Rusia mengkritik platform media sosial yang telah digunakan untuk mendorong puluhan ribu orang ke jalan-jalan di seluruh Rusia tahun ini untuk menuntut pembebasan pemimpin oposisi Rusia yang dipenjara Alexei Navalny, kritikus paling terkenal Presiden Vladimir Putin. Gelombang demonstrasi telah menjadi tantangan besar bagi Kremlin.
Para pejabat menuduh bahwa platform media sosial gagal menghapus seruan untuk anak-anak untuk bergabung dalam protes. Putin telah mendesak polisi untuk bertindak lebih untuk memantau platform media sosial dan untuk melacak mereka yang menarik anak-anak ke dalam “tindakan jalanan yang ilegal dan tidak sah.”
Upaya pemerintah Rusia untuk memperketat kontrol internet dan media sosial dimulai pada tahun 2012, ketika undang-undang yang mengizinkan pihak berwenang untuk memasukkan daftar hitam dan memblokir konten online tertentu, dan UU diadopsi. Sejak itu, semakin banyak pembatasan yang menargetkan aplikasi berpesanan, situs web, dan platform media sosial telah diperkenalkan di Rusia.
Pemerintah telah berulang kali mengeluarkan ancaman untuk memblokir Facebook dan Twitter, tetapi menghentikan larangan langsung, mungkin karena khawatir langkah itu akan menimbulkan terlalu banyak kemarahan publik. Hanya jejaring sosial LinkedIn, yang tidak terlalu populer di Rusia, yang telah dilarang oleh pihak berwenang karena kegagalannya menyimpan data pengguna di Rusia. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Bobby Kertanegara Raih Penghargaan Google Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bobby Kertanegara, kucing peliharaan dari Presiden Prabowo berhasil menya...