Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 17:47 WIB | Rabu, 03 September 2014

Tri Dianto Sarankan Demokrat Pecat Jero Wacik

Tri Dianto sarankan Jero Wacik mundur dari demokrat (Foto: dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan. Selama menjabat menteri, Jero diduga menggelembungkan dana operasional senilai Rp 9,9 miliar. 

Menurut Juru Bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Tri Dianto, sangat mendukung langkah KPK menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka di Kementerian ESDM.

"Ini langkah yang tepat karena sudah jelas dan transparan kalau Jero Wacik itu seorang koruptor yang berlindung di Partai Demokrat,” kata Tri Dianto mantan ketua DPC Partai Demokrat Cilacap, saat dihubungi satuharapan.com, Rabu (3/9).

Tridianto menyarankan agar Partai Demokrat memecat Jero Wacik dari Partai.

"Dia itu sebagai Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Demokrat harus memecatnya karena bisa mengganggu di 2019 nanti," kata loyalis Anas Urbaningrum ini. 

Tridianto mengatakan juga bahwa satu persatu tikus-tikus Partai Demokrat terungkap dan KPK harus segera menahan Jero Wacik karena kalau tidak Jero bisa menghilangkan barang bukti atau harta-harta hasil korupsinya selama 10 tahun menjadi menteri.

KPK menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait jabatannya sebagai menteri pada 2011-2012.

"Kami sampaikan bahwa memang sudah dikeluarkan surat perintah penyidikan per tanggal 2 September 2014 mengenai peningkatan status menjadi ke penyidikan atas nama tersangka JW (Jero Wacik) dari Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (3/9).

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorangmemberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan. Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Pasca menjadi menteri di kementerian ESDM, diperlukan dana untuk operasional menteri yang lebih besar, untuk mendapatkan dana yang lebih besar dari yang dianggarkan maka dimintalah dilakukan beberapa hal kepada orang di kementerian itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di konferensi pers yang sama.

Bambang mencontohkan sejumlah kegiatan yang digunakan untuk menambah pundi-pundi mantan menteri pariwisata tersebut.

"Misalnya beberapa pengadaan supaya dana operasional itu supaya lebih besar, contohnya adalah peningkatan atau pendapatan yang bersumber pada kick back, satu pengadaan, misalnya pengumpulan rekanan dana-dana program-program tertentu, atau misalnya dilakukan kegiatan rapat-rapat yang sebagianbesar rapat itu adalah fiktif, sehingga menghasilkan dana hingga Rp 9,9 miliar," tambah Bambang.

Kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan sosialisasi, sepeda sehat dan perawatan gedung kantor Sekretariat Jenderal ESDM dengan tersangka mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.

Total penggunaan anggaran dalam proyek sosialisasi tersebut adalah sekitar Rp 25 miliar dengan dugaan kerugian keuangan negara mencapai Rp 9,8 miliar. Waryono juga menjadi tersangka dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di kementerian tersebut karena di ruangan Waryono ditemukan 200 ribu dolar AS saat penggeledahan kasus penerimaan suap mantan Kepala Satuan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home