UNCTAD: Sepertiga Penduduk Palestina Miskin
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Sepertiga dari penduduk Palestina dalam kondisi "rawan pangan," meskipun mereka banyak menerima bantuan.
Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development / UNCTAD), di Kairo, Mesir, hari Selasa (10/9), seperti dikutip situs Al Ahram, mengatakan bahwa tingkat kemiskinan di Palestina adalah 13,9 persen di Tepi Barat, dan 53 persen di Gaza, di mana lebih dari 1 juta orang sekarang miskin, termasuk 400.000 anak-anak. Di Yerusalem, 72 persen keluarga Palestina "hidup di bawah garis kemiskinan."
Sementara dalam laporannya, UNCTAD menyebutkan bahwa, data yang dikumpulkan pada 2018, 29,2 persen orang Palestina hidup di bawah "garis kemiskinan berbasis konsumsi," yaitu sebesar 4,6 dolar AS per hari, termasuk bantuan sosial dan transfer.
"Pada 2018 dan awal 2019, ekonomi Palestina mengalami stagnasi, pendapatan per kapita turun 1,7 persen, pengangguran meningkat, kemiskinan bertambah, dan bertambah jumlah pendudukan di wilayah yang diduduki (Gaza dan Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur), "kata laporan itu.
Badan PBB itu juga memperingatkan bahwa "prospek ekonomi jangka pendek untuk Palestina lebih suram, dan ada tanda-tanda tren negatif." Motasem Alaqra, kepala urusan ekonomi di UNCTAD, mengatakan bahwa tidak mungkin untuk tinggal di wilayah Palestina pada tahun 2020 karena krisis sosial ekonomi yang sedang berlangsung.
Menurut laporan itu, alasan di balik "kehancuran ekonomi Palestina" adalah ekspansi dan pengetatan cengkeraman pendudukan, tercekiknya ekonomi lokal Gaza, penurunan enam persen dalam dukungan donor antara 2017 dan 2018, memburuknya situasi keamanan dan kurangnya kepercayaan diri sebagai akibat dari cakrawala politik yang suram.
Laporan itu mengatakan bahwa, antara tahun 1994 dan 2018, pangsa manufaktur dalam perekonomian menyusut dari 20 persen menjadi 11 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara pangsa pertanian dan perikanan turun dari lebih dari 12 persen menjadi kurang dari tiga persen.
"Pendudukan (oleh Israel) mengisolasi orang-orang Palestina dari pasar internasional dan dengan demikian mendorong mereka ke dalam perdagangan yang luar biasa bergantung secara ekonomi pada Israel, yang menyumbang 80 persen ekspor Palestina dan memasok 58 persen impornya," kata laporan UNCTAD.
"Sementara itu, di Gaza, penghancuran dan pembongkaran infrastruktur sanitasi telah mengakibatkan kerusakan lingkungan."
Dokumen baru itu memperingatkan bahwa lebih dari 100 juta liter air limbah yang tidak diolah dibuang ke Laut Mediterania setiap hari. Ini mengakibatkan pencemaran yang luas di pantai pada tingkat empat kali lebih tinggi dari standar lingkungan internasional.
Gaza melancarkan protes terhadap Israel yang telah berlangsung selama 18 bulan, kadang-kadang meluas ke Tepi Barat, menyerukan diakhirinya blokade Israel di kantong pantai tersebut. Mereka juga menyerukan untuk kemungkinan orang Palestina kembali ke tanah dari mana keluarga mereka dipaksa meninggalkan pada tahun 1948.
Editor : Sabar Subekti
Kenali Gejala Lupus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan alergi imunologi klinik Univers...