Loading...
MEDIA
Penulis: Sabar Subekti 09:22 WIB | Minggu, 05 Mei 2024

UNESCO: 50 Persen Jurnalis Lingkungan Hidup Alami Serangan, Ancaman, Tekanan

Jurnalis melakukan wawancara di depan kamera. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

CHILE, SATUHARAPAN.COM-Lima puluh persen jurnalis lingkungan hidup dari 129 negara, yang disurvei pada bulan Maret, melaporkan mengalami “serangan, ancaman atau tekanan” terkait dengan pekerjaan mereka, kata UNESCO pada hari Kamis.

Dari jumlah tersebut, dua dari lima orang kemudian mengalami kekerasan fisik, ungkap laporan yang dirilis pada Hari Kebebasan Pers Sedunia, 3 Mei. Lebih dari 900 wartawan diinterogasi untuk jajak pendapat tersebut.

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) memperingatkan peningkatan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang melaporkan lingkungan dan iklim.

“Tanpa informasi ilmiah yang dapat diandalkan mengenai krisis lingkungan yang sedang terjadi, kita tidak akan pernah bisa mengatasinya,” kata direktur jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, dalam sebuah pernyataan.

“Namun para jurnalis yang kami andalkan untuk menyelidiki masalah ini dan memastikan informasi dapat diakses menghadapi risiko yang sangat tinggi di seluruh dunia, dan disinformasi terkait perubahan iklim merajalela di media sosial.”

UNESCO mengatakan setidaknya 749 jurnalis dan media berita yang melaporkan masalah lingkungan hidup “menjadi sasaran pembunuhan, kekerasan fisik, penahanan dan penangkapan, pelecehan online atau serangan hukum” antara tahun 2009 dan 2023.

Lebih dari 300 serangan terjadi antara tahun 2019 dan 2023 – peningkatan sebesar 42 persen dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. “Masalahnya bersifat global, dengan serangan terjadi di 89 negara di seluruh wilayah di dunia,” tambah badan tersebut.

Takut Diserang

Setidaknya 44 jurnalis lingkungan hidup telah dibunuh karena pekerjaan mereka dalam 15 tahun terakhir, dengan hanya lima kasus yang dihukum, kata laporan itu.

Selain ratusan laporan serangan fisik, “sepertiga jurnalis yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah disensor,” tambahnya.

“Hampir separuh (45 persen) mengatakan mereka melakukan sensor mandiri ketika meliput lingkungan hidup karena takut diserang, narasumber mereka terekspos, atau karena kesadaran bahwa cerita mereka bertentangan dengan kepentingan pemangku kepentingan yang berkepentingan.”

Pada konferensi kebebasan pers di Chile pekan ini, UNESCO akan mengumumkan peluncuran program hibah untuk memberikan dukungan hukum dan teknis kepada lebih dari 500 jurnalis lingkungan hidup yang menghadapi penganiayaan, kata pernyataan itu. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home