Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 12:43 WIB | Selasa, 13 Oktober 2015

5 Hal Tidak Dilakukan Kemhan dalam Program Bela Negara

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Pusat Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi, menilai Kementerian Pertahanan (Kemhan) hanya menghadirkan kesan bombastis dan menakut-nakuti publik dalam pencanangan program bela negara bagi warga negara Indonesia (WNI) yang berusia di bawah 50 tahun.

Dia mengatakan, ada lima catatan yang tidak dilakukan Kemhan dalam pencanangan program yang menargetkan melatih 100 juta WNI dalam waktu 10 tahun ke depan.

“Ada lima catatan yang tidak dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemhan, saat melempar wacana bela negara bagi WNI di bawah 50 tahun dan pendidikan kewarganegaraan dari taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi,” kata Muradi dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Selasa (13/10).

Menurut dia, pertama, pemerintah tidak berupaya mendesak atau memperjuangkan Rancangan Undang-undang (RUU) Komponen Cadangan dan RUU Bela Negara disahkan menjadi UU. Kedua RUU tersebut telah berulang kali diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, namun selalu gagal dalam tahap pembahasan.

“Jadi, jika kedua RUU itu tidak diajukan kembali agar menjadi UU sebelum pemerintah mencanangkan program bela negara, maka ada kesan pemerintah mengambil jalan pintas tanpa menunggu kedua RUU tersebut diundangkan,” kata Muradi.

Selanjutnya, Kemhan juga tidak menyiapkan infrastruktur pendukung yang memadai. Kebijakan tanpa infrastruktur pendukung akan menciptakan permasalahan baru.

Dia pun mengajak pemerintah kembali mengingat kebijakan Rakyat Terlatih (Ratih), di mana kebijakan tersebut malah menemui jalan buntu dan menciptakan permasalahan baru. Penyebabnya, tidak ditunjang oleh infrastruktur pelatihan yang sesuai. “Apalagi dengan 80 persen materi kemiliteran akan membutuhkan infrastruktur yang baik,” ujar Muradi.

Anggaran

Ketiga, dia melanjutkan, Kemhan juga tidak menyiapkan penganggaran yang baik untuk menyokong program bela negara. Dibutuhkan anggaran yang besar, sekadar ilustrasi, dalam 10 tahun dengan target 100 juta, maka dalam satu bulan setidaknya akan melatih sekitar 850.000 orang di seluruh indonesia, sehingga dibutuhkan anggaran dengan jumlah besar.

Keempat, kata Muradi, Kemhan tidak menyampaikan kementerian atau instansi yang akan dilibatkan dalam program bela negara. Bila dalam RUU Komponen Cadangan ditegaskan adanya keterlibatan sejumlah kementerian dalam perekrutan untuk bela negara, maka seharusnya Kemhan juga menegaskan hal yang sama saat mencanangkan program bela negara.

“Ini menyangkut juga sokongan anggaran operasional dari perekrutan bela negara. Sekadar gambaran saja selain Markas Besar TNI dan Kemhan, setidaknya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi terlibat,” ucap salah satu staf pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad itu.

Catatan terakhir, kata dia, Kemhan juga belum menjelaskan arah dari kewajiban bela negara ini dicanangkan. Kemhan seharusnya memberikan rencana besar Indonesia untuk memperkuat akselerasi dan pengaruh militer serta politik luar negeri, sehingga timbul semangat kebanggaan dan cinta Tanah Air yang selaras dengan rencana pemerintah.

Misalnya, Muradi melanjutkan, terkait dengan penegasan Poros Maritim Dunia yang mampu menggugah rasa cinta Tanah Air warga. “Bila lima hal itu dilakukan, maka tidak akan ada kesan Kemhan memaksakan program bela negara, tanpa memperhatikan substansi legalistas dan infrastruktur pendukungnya," tutur dia.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home