Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 17:59 WIB | Rabu, 20 Agustus 2014

Anggaran Pertahanan Harus Lebih 1,5 Persen PDB Indonesia

Edy Prasetyono, Dosen mata kuliah Strategi Pertahanan Indonesia, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tidak ada negara yang kekuatan pertahanannya mampu menjaga kepentingan nasional bila anggaran pertahanannya di bawah 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal itu dinyatakan langsung oleh Edy Prasetyono, Dosen mata kuliah Strategi Pertahanan Indonesia, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Rabu (20/8).

“Untuk menjaga kepentingan nasional, anggaran pertahanan sebuah negara harus lebih dari 1,5 persen dari PDB,” kata dia kepada satuharapan.com, saat dijumpai di Gedung Nusantara II, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Rabu (20/8).

“Sehingga, cita-cita agar anggaran pertahanan Indonesia di atas 1,5 persen dari PDB harus dikejar. Karena, bila menilik pada persentase anggaran pertahanan terhadap PDB Indonesia, jumlahnya sangat kecil,” Edy menambahkan.

Pada Jumat (15/8) lalu, Kementerian Pertahanan (Kemhan) menjadi salah satu dari tujuh kementerian yang mendapat bujet terbesar dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Kemhan, yang saat ini dipimpin Purnomo Yusgiantoro akan menerima anggaran sampai 95 triliun rupiah (0,92 persen dari PDB). PDB Indonesia saat ini sekitar Rp 10 ribu triliun.

“Anggaran Kementerian Pertahanan 95 triliun rupiah, alokasi antara lain digunakan melanjutkan kekuatan dasar atau Minimum Essential Forces (MEF), meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan melalui peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri, baik produksi alutsista maupun pemeliharaannya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8) lalu.

Menanggapi hal tersebut, Edy menyampaikan standar anggaran pertahanan negara yang mampu menjaga wilayah dan mendukung pemenuhan kepentingan nasional, baik di sektor ekonomi, bargaining, perdagangan, diplomasi, berada di angka dua hingga tiga persen dari PDB.

“Rata-rata, negara yang punya kekuatan pertahanan andal memiliki anggaran pertahanan dua hingga tiga persen. Jadi 1,5 persen dari PDB merupakan angka realistis dengan peningkatan secara bertahap,” ucap Edy.

Kekuatan Maritim

Salah satu tim sukses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014 itu pun menyampaikan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang didukungnya tersebut memiliki program menjadikan Indonesia kekuatan maritim. Hal tersebut membutuhkan biaya besar guna menjaga kedaulatan Indonesia yang sebagian besar berdimensi laut.

“Misalnya di laut, pada titik mana saja, terus kapal apa saja yang dibutuhkan. Jadi saya kira anggaran dari APBN-nya masih kurang untuk menjaga kedaulatan,” tutur dia.

Kemudian, lanjut Edy, demi pengamanan aset strategis dan sumber daya yang ada di laut Indonesia membutuhkan biaya yang besar juga.

“Demikian juga dalam menjaga wilayah perbatasan yang banyak bolong, wilayah laut kita yang hampir lima juta km persegi termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) tidak cukup bila hanya dengan peralatan yang saat ini ada,” kata dia.

“Satu kapal mahal sekali, seperti Kapal Freegat yang baru kita beli dari Belanda, itu empat unit harganya mencapai 800 juta dollar Amerika Serikat (9,3 triliun rupiah), belum beserta aksesorisnya. Bila ditambah aksesoris harganya mencapai 900 juta dollar Amerika Serikat (10,5 triliun rupiah),” Edy menambahkan.

Ia pun mengungkapkan hal tersebut belum melibatkan masalah perawatan dan penambahan unit kapal selam.

“Masa Indonesia negara segini besarnya jumlah kapal selamanya hanya segitu,” ujar dia.

Lihat Kontribusi

Menyikapi biaya anggaran pertahanan yang tinggi, Edy mengatakan untuk mengevaluasi suatu anggaran harus melihat kontribusinya pada sektor lain. Pengukurannya harus melihat kontribusi dengan biaya yang dikeluarkan.

“Bila orang katakan biayanya besar, itu bukan hanya untuk sektor pertahanan. Artinya, bila kita mampu mengawasi aset maritim, gerakan kapal, dan perbatasan, itu akan menyelamatkan sektor ekonomi. Misalnya mengurangi penyelundupan dan hilangnya ganggungan keamanan,” kata dia.

“Misalnya di Amerika Serikat, anggaran pertahanan mereka mencapai 600 hingga 700 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 8.193 triliun). Jika dilihat dari segi anggaran itu besar, tapi itu harus dilihat dari berapa banyak sektor yang diproteksi,” Edy menambahkan.

Civilian Use

Dalam program Presiden Republik Indonesia terpilih, Joko Widodo, lanjut Edy, terdapat tiga fokus pada bidang pertahanan, yakni kesejahteraan prajurit, modernisasi alutsista, dan industri pertahanan.

“Pada industri pertahanan, jangan dilihat dari kemampuan menghasilkan persenjataan atau alutsista, karena nanti orang akan mengatakan pengembangan itu mahal sekali. Tapi coba lihat bahwa di situ ada transfer teknologi untuk civilian use,” ucap dia.

“Maksudnya, jika kita mampu membangun sistem telekomunikasi untuk persenjataan,maka kita bisa membangun komunikasi komersial. Bila kita bisa menghasilkan chip untuk militer, maka kita juga mampu menghasilkannya bagi sipil, demikian juga bila mampu membangun katalog perang mestinya kita mampu membangun katalog komersial,” dosen mata kuliah Strategi Pertahanan Indonesia itu menambahkan.

Menurutnya, harus ada cara berpikir yang melihat sumbangan satu sektor kepada sektor lain. Krena, sektor pertahanan adalah sektor konsumtif yang dibuat berdasarkan skenario.

“Belum termasuk lagi pengetahuan, di sana ada kemampuan sumber daya manusia yang berkaitan dengan pendidikan, teknologi, dan lainnya,” tutup Edy.

Artikel terkait pemikiran Edy Prasetyono:

Pertahanan Nasional Belum Maksimal
Edy Prasetyono Dukung Visi-Misi Jokowi-JK di Bidang Maritim

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home