Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:27 WIB | Senin, 29 April 2019

Bantuan Dana Siap Pakai Rp 2,25 Miliar untuk Banjir dan Longsor Bengkulu

Banjir melanda hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu. (Foto: bengkulu.antaranews.com/Marini Sipayung)

BENGKULU, SATUHARAPAN.COM –  Upaya penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu terus dilakukan. Jumlah korban bertambah. Hingga Minggu 28/4/2019 pukul 19.00 WIB, tercatat 17 orang meninggal dunia, 9 orang hilang, 2 orang luka berat dan 2 orang luka ringan.

Sebaran dari 17 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah 11 orang, Kota Bengkulu 3 orang, dan Kabupaten Kepahiang 3 orang, menurut  rilis dari Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, yang dilansir situs bnpb.go.id, pada Minggu (28/4).

Ia mengatakan, sebanyak 12.000 orang mengungsi yang tersebar di banyak tempat, dan 13.000 orang terdampak bencana. Jumlah ternak yang mati sebanyak 106 ekor sapi, 102 ekor kambing/domba dan 4 ekor kerbau. Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 fasilitas pendidikan dan 40 titik sarana prasarana infrastruktur.

Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo, telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya dana siap pakai tersebut akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana.

Kepala BNPB setiba di Bengkulu, langsung mendapat penjelasan dari Gubernur Bengkulu terkait dampak dan penanganan bencana. Kepala BNPB memerintahkan kepada Deputi Penanganan Darurat BNPB dan Deputi Logistik Peralatan BNPB untuk segera memenuhi kebutuhan darurat yang diperlukan.

Kepala BNPB juga memberikan beberapa arahan kepada jajaran BPBD dan SKPD, "Bencana hidrometeorologi terus meningkat. Dampak ekonomi yang ditimbulkan juga cukup besar sehingga mengganggu pertumbuhan pembangunan. Selain faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang meningkat, faktor antropogenik, yaitu ulah tangan manusia yang merusak alam dan lingkungan lebih dominan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat."

"Deforestasi, degradasi hutan dan lingkungan, berkurangnya kawasan resapan air, lahan kritis, tingginya kerentanan, tata ruang yang tidak mengindahkan peta rawan bencana dan lainnya telah menyebabkan makin rentannya daerah-daerah terhadap banjir. Kita harus memulihkan alam. Merawat alam dan lingkungan. Jika alam seimbang maka siklus hidrologi juga akan seimbang. Kita jaga alam, alam jaga kita," ia menjelaskan.

Kendala yang dihadapi dalam penanganan darurat saat ini adalah sulitnya untuk menjangkau ke lokasi titik-titik banjir dan longsor, dikarenakan seluruh akses ke lokasi kejadian terputus total.

Koordinasi dan komunikasi ke kabupaten/kota cukup sulit dilakukan, karena aliran listrik banyak yang terputus.

Banjir dan longsor juga menyebabkan pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus. Titik lokasi bencana banjir dan longsor sangat banyak, sedangkan jarak antartitik banjir dan longsor berjauhan, menyulitkan untuk mencapai semua lokasi. Terbatasnya dana/anggaran yang memadai juga menyulitkan operasional penanganan bencana.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian, perahu karet, selimut, makanan siap saji, air bersih, family kit, peralatan bayi, lampu emergency, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur dan lingkungan, sanitasi, dan jembatan bailey.

BPBD masih melakukan pendataan dampak bencana dan penanganan bencana. Masyarakat diimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan mengingat potensi hujan berintensitas tinggi masih dapat berpotensi terjadi di wilayah Indonesia.

 

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home