Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 07:17 WIB | Selasa, 05 Januari 2021

BPOM Telah Keluarkan "Lot Releasi" untuk 1,2 Juta Vaksin COVID-19

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19, Lucia Rizka Andalusia. (Foto: Setneg.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan sampling dan pengujian vaksin saat kedatangannya di Bandar Udara Soekarno – Hatta, dan menerbitkan sertifikat Lot Release untuk 1,2 juta vaksin dari kedatangan pertama pada 6 Desember 2020.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19, Lucia Rizka Andalusia, mengatakan BPOM juga segera menerbitkan sertifikat lot release untuk 1,8 juta vaksin yang datang pada 31 Desember 2020.

Dalam penjelasan di Istana Kepresidenan, hari Senin (4/12) dia menjelaskan bahwa BPOM terus mengawal proses penyediaan vaksin COVID-19 untuk memastikan mutu dan keamanan vaksin sejak kedatangan pada tanggal 6 dan 31 Desember 2020, hingga keluarnya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

"Pada penerimaan di bandara, Badan POM mengecek kesesuaian dokumen, serta kesesuaian suhu tempat penyimpanan vaksin coronavac," katanya.

Sertifikat Lot Release merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memastikan kualitas vaksin. Persyaratan ini merupakan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO/Organisasi Kesehatan Dunia). Ini berupa proses evaluasi yang dilakukan otoritas obat di setiap negara untuk menjamin mutu setiap lot atau setiap batch vaksin.

"Untuk penerbitan sertifikat ini, Badan POM mengujinya di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional," katanya. 

Penggunaan Darurat

Proses percepatan penerbitan penggunaan darurat (EUA) vaksin COVID-19, BPOM melakukan rolling submission dimana data yang dimiliki oleh industri farmasi disampaikan secara bertahap. BPOM juga mengevaluasi data uji praklinik, uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respon imun dari penggunaan vaksin. Sedangkan hasil uji klinik fase 3 dipantau dalam periode 1 bulan setelah suntikan yang kedua.

"Sesuai persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai tiga bulan untuk interim analisis. Hal itu yang akan digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA," tegasnya. 

Tentang keamanan vaksin, akan dipantau secara periodik pada subyek uji klinik. Yaitu selama 30 menit setelah penyuntikan, kemudian pemantauan ketat dalam 14 hari pertama, kemudian tiga bulan dan enam bulan setelah penyuntikan.

Parameter Kasiat Vaksin

Dijelaskan bahwa standar WHO dalam pembuktian khasiat vaksin meliputi beberapa parameter. Pertama, efikasi yang merupakan parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subyek orang yang menerima vaksin, dibandingkan kelompok subyek atau orang yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3.

Kedua, paramater imuno genesitas, yaitu pengganti atau surrogates end point, efikasi berdasarkan pengukuran kadar antibodi yang terbentuk atau dikenal IgG setelah orang diberikan suntikan. Dan pengukuran netralisasi antibodi atau kemampuan antibodi yang terbentuk untuk menetralkan atau membunuh virus. Pengukuran ini dilakukan dua pekan setelah pemberian dosis terakhir, dan dilakukan pengukuran ulang pada tiga bulan sampai enam bulan setelah vaksin disuntikkan.

"Setelah kita mendapatkan data-data tersebut, maka dapat diberikan persetujuan penggunaan darurat atau EUA. Sedangkan untuk efektivitas vaksin kita akan memantau kemampuan vaksin menurunkan kejadian penyakit di masyarakat dalam jangka waktu yang lama," tambahnya.

Jadi, efektivitas vaksin diukur setelah digunakan secara luas di masyarakat pada kondisi yang nyata di lapangan atau di dunia pelayanan kesehatan yang sebenarnya. Saat ini BPOM masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinik fase 3 di Bandung untuk mengkonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin Coronavac dalam rangka penerbitan EUA.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home