Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 07:33 WIB | Kamis, 29 Januari 2015

Catatan Paling Kuno tentang Stress Akibat Perang

SATUHARAPAN.COM – Perang adalah pengalaman traumatis. Mereka yang mengalami dan menyaksikan kekerasan akan mengalami masalah pesikologis yang disebut gangguan stress pasca trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Yang menarik adalah bahwa catatan tentang gangguan psikologis ini paling tua adalah pada 490 tahun sebelum Masehi (SM) di mana rakyat dan pemerintah Yunani dan Persia terlibat perang yang berkepanjangan. Namun para peneliti baru-baru ini mengungkapkan catatan yang lebih tua lagi, yaitu dari sekitar tahun 1300 SM atau lebih dari 3000 tahun yang lalu.

PTSD sering disebut sebagai gangguan kecemasan parah yang dapat berkembang setelah terpapar peristiwa yang menghasilkan trauma psikologis. Kejadian ini dapat memicu ancaman kematian diri sendiri maupun orang lain bahkan merusak potensi integritas fisik, seksual, atau psikologis individu.

Para peneliti di Anglia Ruskin University di Inggris, seperti dikutip ankawa.com, menemukan bukti dari trauma yang diderita oleh prajurit di Mesopotamia, atau wilayah Irak modern, ketika di bawah kekuasaan Dinasti Asyur, yang memerintah pada kurun 1300 - 609 SM.

Raja Menderita PTSD

Teks dari periode itu mengacu pada bagaimana pikiran Raja Elam itu "berubah", yang menunjukkan dia terganggu atau menderita PTSD. Ketika itu setiap tentara Asyur harus ikut  berjuang dalam pertempuran pada setiap tahun ketiga dari masa wajib militer mereka. Hal ini diyakini menjadi penyebab kondisi tersebut.

Temuan itu diungkapkan dalam makalah berjudul “Nothing New Under the Sun: Post-Traumatic Stress Disorders in the Ancient World” di mana Dr Walid Abdul-Hamid dari Queen Mary University of London ikut menulisnya.

Makalah ini menyatakan bahwa teknologi modern telah meningkatkan efektivitas dan jenis persenjataan dalam pertempuran. Namun "prajurit kuno menghadapi risiko cedera dan kematian, dan pasti merasakan ketakutan pada keras dan tajamnya pedang, hujan lemparan batu, atau pukulan besi keras, dan panah api.

"Risiko kematian dan menyaksikan kematian sesama tentara tampaknya telah menjadi sumber utama trauma psikologis,’’ tulisnya dalam makalah itu.

"Selain itu, kemungkinan kematian akibat cedera, yang pada masa sekarang bisa diatasi dengan pembedahan, pasti merupakan masalah besar pada masa itu. Semua faktor ini berkontribusi terhadap gangguan kejiwaan berupa stres pasca-trauma atau gangguan lain akibat pengalaman di medan perang kuno."

Profesor Jamie Hacker Hughes, Direktur Lembaga Veteran dan Keluarga di universitas itu yang juga menjadi bagian tim penulis makalah, mengatakan bahwa penelitian tersebut menunjukkan bahwa PTSD pertama kali disaksikan jauh lebih awal daripada yang diperkirakan sebelumnya.

"Makalah ini yang didasarkan dari penelitian dan menunjukkan bahwa gejala psikologis pasca trauma pertempuran nyata dalam masyarakat Mesopotamia kuno.  Ini sebelum era Yunani dan Romawi, sebelum masa Abraham, Raja Daud dan Sulaiman dalam Alkitab, dan masa sesudah itu di zaman Firaun," katanya.

"Hal yang penting adalah bahwa bukti ini berasal dari daerah yang dikenal sebagai tempat lahir peradaban,  dan tentu saja, di wilayah yang sekarang juga menjadi ajang banyak konflik baru-baru ini, temasuk Perang Teluk I dan II, dan perang yang sekarang berkecamuk di Irak,’’ kata Hughes.

Makalah ini memberikan peringatan yang nyata tentang tantangan kesehatan kejiwaan di mana di banyak wilayah di planet ini terjadi perang yang berkepanjangan, bahkan genosida dengan perilaku pada tingkat kekejaman yang mengerikan.

Bahkan sejak Perang Dunia II berakhir, pada dasarnya bumi ini belum pernah mengalami absennya perang  dalam kehidupan manusia moderen, bahkan di era post moderen.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home