Loading...
RELIGI
Penulis: Francisca Christy Rosana 17:32 WIB | Minggu, 26 Juli 2015

DPRD DKI: Tempat Ibadah Tak Sama dengan Ruko

Spanduk desakan pembongkaran gedung GKPI. (Foto: Dok. satuharapan.com/Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) DKI Fraksi PDIP, Manuara Siahaan mengatakan gedung tempat ibadah tak bisa disamakan dengan gedung-gedung komersial seperti rumah toko (ruko) dan gedung-gedung bisnis lainnya. Untuk itulah ia menyarankan seharusnya pengurusan perizinan pembangunan untuk rumah ibadah lebih mudah daripada syarat pembangunan gedung-gedung lainnya.

“Negara harus melindungi segenap warga seperti dalam Pasal 29 Undang-undang. Negara harus melindungi sarana beribadah, aktivitas beribadah, dan kebebasan agamanya. Pemerintah daerah punya peraturan tata ruang, pemerintah harus arif melihatnya. Bangunan rumah ibadah itu khusus sarana beribadah maka harus diberi keistimewaan,” kata Manuara kepada satuharapan.com di Gedung GKPI, Jalan Catur Tunggal, Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur, hari Minggu (26/7).

Gedung GKPI disebut-sebut belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin prinsip dari gubernur karena terkendala jumlah kuota persetujuan dari masyarakat setempat. Dalam SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat tanggal 21 Maret 2006, dalam Pasal 14, pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Sejumlah 60 warga dihitung radius 500 meter dari lokasi dibagunnya rumah ibadah.

Sementara, GKPI hingga saat ini baru mengantongi 34 persetujuan dari warga sekitar. Itu artinya, pengelola membutuhkan 24 pernyataan kesetujuan lagi dari warga setempat. Meninjau SKB 2 Menteri ini, Manuara menilai peraturan tersebbut harus dievaluasi karena sudah tak relevan dengan kondisi saat ini.

“Mungkin dulu mereka mau mengatur supaya tertib, saya hargai itu, tapi pemerintah mesti melihat perkembangan beikutnya. Namanya produk undang-undang pasti ada evaluasi. Kita lihat dulu, sudah enam tahun itu SKB 2 Menteri. Kita evaluasi dulu dengan semua stakeholder bangsa ini,” ujar politikus Fraksi PDIP tersebut.

Manuara merekomendasikan  eksekutif untuk mendorong dan memfasilitasi pengelola gereja agar persyaratan 60 tandatangan bisa cepat tercapai.

Selain dalam SKB 2 Menteri, peraturan pembangunan rumah ibadah juga diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor Tahun 83 tahun 2012 tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat Pasal 2. Dalam pasal itu disebutkan (1) setiap pembangunan rumah ibadat harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan prinsip gubernur, (2) persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1), diberikan atas permohonan tertulis pengurus/panitia pembangunan rumah ibadat kepada Gubernur melalui Kepala Biro Dikmental setelah memenuhi: persyaratan administratif, persyaratan teknis bangunan gedung, dan persyaratan khusus; (3) pembangunan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mngganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-perundangan. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home