Loading...
RELIGI
Penulis: Kartika Virgianti 16:30 WIB | Rabu, 17 September 2014

Gereja Beri Advokasi Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan

Makan siang persekutuan di Gereja Binnenwaai, Amsterdam bersama orang-orang tanpa kewarganegaraan. (Foto: oikumene.org)

DEN DOLDER, SATUHARAPAN.COM – Organisasi gereja di Den Dolder, Belanda akan memberikan advokasi bagi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan untuk menjamin hak-hak asasi mereka seperti hak kebebasan menyatakan pendapat, dan hak lainnya. Persiapan tersebut dilakukan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam perhelatan First Global Forum dari tanggal 15-17 September di The Hague.  

Sebelumnya konsultasi telah diorganisir oleh Dewan Gereja-gereja Dunia (World Council of Churches/WCC) dan Kerk in Actie (Gereja dalam Aksi), sejak 12-14 September, yang menghasilkan rekomendasi untuk disampaikan kepada forum di The Hague. Dokumen tersebut menyoroti bagaimana orang tanpa kewarganegaraan adalah yang paling rentan di dunia terhadap kekerasan dalam bentuk perdagangan manusia, eksploitasi, migrasi paksa, penahanan sewenang-wenang dan deportasi, serta dipaksa untuk hidup di pinggir masyarakat.  

Hal ini mendorong peran gereja-gereja untuk terus menjangkau dan melindungi orang tanpa kewarganegaraan, memberikan mereka perawatan dan dukungan, menentang diskriminasi yang mereka hadapi. Dengan demikian gereja perlu meningkatkan kemampuan gereja untuk memberikan kebutuhan mereka.

Sekitar tiga puluh perwakilan dari gereja-gereja, organisasi ekumenis, akademisi, aktivis hak asasi manusia, kelompok masyarakat sipil, dan UNHCR, termasuk orang-orang tanpa kewarganegaraan hadir dalam konsultasi tersebut.

Ana Maria dan Alfredo, orang tanpa kewarganegaraan yang tinggal di Republik Dominika, berbicara dengan peserta konsultasi melalui Skype. “Kami hidup dalam negara hukum, tapi tidak dijamin di manapun, sebenarnya kami hidup di abad berapa? Apakah kami berjalan mundur?” ungkap Alfredo.

“Dengan semua rintangan yang saya hadapi dalam kehidupan sehari-hari saya, saya merasa saya memiliki hidup yang ditangguhkan,” tambah Ana Maria.

Kebutuhan akan sistem pencatatan kelahiran ditekankan pada acara tersebut, dan ini merupakan cara untuk mencegah anak tidak memiliki kewarganegaraan. Para peserta dibawa ke fokus orang di sebuah negara dengan risiko tinggi menjadi korban praktek eksploitasi seperti perdagangan manusia.

“Orang tanpa kewarganegaraan adalah kelemahan sistem internasional yang harus kami dihindari. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa betapa sulitnya orang tanpa kewarganegaraan menghadapi risiko tidak punya identitas hukum,” kata anggota program eksekutif WCC untuk urusan internasional, Semegnish Asfaw Grosjean.

Utusan ekumenis All Africa Conference of Churches untuk Uni Afrika, Pdt Itefa Gobena Molte mengatakan bahwa penting untuk mendorong gereja-gereja di Afrika untuk meningkatkan kesadaran di dalam masyarakat terhadap pentingnya pencatatan kelahiran.

Sebagai bagian dari konsultasi, peserta menghadiri layanan doa di Gereja Binnenwaai, Amsterdam pada hari Minggu (14/9) lalu, diikuti dengan makan siang persekutuan bersama 120 migran yang tidak terdokumentasi kewarganegaraannya, terutama dari Afrika. Mereka saling berbagi cerita dan pengalaman dengan peserta konsultasi. (oikoumene.org)

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home