Loading...
DUNIA
Penulis: Wim Goissler 10:41 WIB | Jumat, 18 Mei 2018

Gereja Katolik Papua Nugini Bantu Petani Hadapi Raksasa Sawit Malaysia

Jalan tengah dibangun di tengah hutan Pornio, Papua Nugini (Foto: Global Witness)

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Gereja Katolik Papua Nugini Keuskupan Agung di Rabaul, berhasil membawa raksasa sawit Malaysia duduk di belakang meja perundingan untuk menegosiasi ulang perjanjian pembabatan hutan untuk kelapa sawit dengan para pemilik lahan setempat.

Gilford Ltd, yang sepenuhnya dimiliki oleh kelompok bisnis Rimbunan Hijau dari Malaysia, telah melakukan mediasi dengan para pemilik tanah atas proyek Sigite Mukus di Pomio Barat, dengan bantuan Keuskupan Agung  Rabaul.

Sebelumnya, perusahaan tersebut telah melakukan penebangan pohon dan  menanam kelapa sawit di tiga dari empat wilayah dengan mengandalkan perjanjian sewa khusus bisnis dan pertanian (Special Business and Agriculture Lease, SABL). Luasnya mencapai 55.000 hektar. Dari empat wilayah yang diperjanjikan, hanya wilayah Sigite Unung yang belum dimulai penggarapannya.

Uskup Agung Francesco Panfilo mengatakan seperti halnya dengan kerusakan lingkungan, sejumlah isu lain juga masuk dalam agenda negosiasi ulang, dam harus diselesaikan pada tahun 2020.

"Dan itu termasuk bahwa harus ada transparansi, harus ada komunikasi yang tepat, harus ada tinjauan tentang manfaat sewa, royalti, kontribusi terhadap infrastruktur dan pengembangan masyarakat - hal-hal yang tidak ada dalam perjanjian sebelumnya. Jadi itu harus dilakukan sebelum tahun 2020, "kata Francesco Panfilo, dikutip dari radionz.co.nz.

Rimbunan Hijau adalah kelompok bisnis yang dikendalikan oleh Tiong Hiew King, salah satu orang terkaya Malaysia. Kayu dan sawit adalah bisnis inti kelompok ini, namun kerajaan bisnisnya mencakup banyak sektor, di hampir semua benua; mulai dari perikanan di Selandia Baru, kayu di Siberia, hingga surat kabar berbahasa Tiongkok di California. 

Di Papua Nugini cengkeraman Rimbunan Hijau sangat nyata. Ia ada  di semua sektor ekonomi. Salah satunya adalah investasi mereka di ibukota Port Moresby yaitu proyek yang dikenal sebagai Vision City, yang di dalamnya ada pusat perbelanjaan terbesar di kawasan Kepulauan Pasifik dan diperkirakan akan diperluas untuk mencakup blok perkantoran, apartemen, hotel dan pusat konvensi. Kelompok bisnis ini juga adalah pemilik National, satu dari dua surat kabar terbesar di PNG. Di samping itu Rimbunan Hijau juga pemilik  maskapai penerbangan, Tropicair, serta perusahaan pelayaran dan logistik.

Informasi kurang sedap sering disematkan kepada kelompok bisnis ini. Oakland Institute, dalam laporannya mengatakan di balik semakin kuatnya kelompok bisnis ini, warga negara PNG justru dibuat semakin tidak berdaya. Masyarakat setempat kehilangan sumber daya dan hak mereka, yang ironisnya terjadi dengan bantuan pemerintah.

"Di masa lalu Rimbunan Hijau sering dituduh memiliki koneksi dengan elit politik PNG dan terlibatan dalam korupsi dan kekerasan dalam kaitannya dengan operasi penebangan kayu-nya. Dalam sejumlah kesempatan, pasukan polisi setempat telah digunakan untuk mengintimidasi dan menangkap pemilik tanah lokal yang menentang penebangan dan perampasan tanah oleh anak perusahaan Rimbunan Hijau," Frederic Mousseau, Policy Director the Oakland Institute, mengatakan dalam sebuah tulisannya pada Inter Press Service, 20 April 2016.
 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home