Loading...
MEDIA
Penulis: Prasasta Widiadi 07:02 WIB | Jumat, 03 Oktober 2014

Inti Jurnalisme: Mengumpulkan Tulang Terpisah

Inti Jurnalisme: Mengumpulkan Tulang Terpisah
Para jurnalis senior, Eny Purwanto (kiri), Panusunan Simanjuntak (tengah), dan Parni Hadi (kanan). (Foto-foto: Prasasta Widiadi).
Inti Jurnalisme: Mengumpulkan Tulang Terpisah
Parni Hadi hadir sebagai salah satu pemateri sekaligus sahabat dekat Panusunan Simanjuntak.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Parni Hadi, salah satu wartawan senior di Indonesia mengemukakan inti dari jurnalisme adalah mengumpulkan bagian-bagian kebudayaan atau fakta-fakta sejarah suatu bangsa yang telah terpisah.

Parni mengemukakn hal ini di hadapan para undangan yang hadir pada acara Diskusi dan Peluncuran Buku Beragam Cerita Perjalanan Kewartawanan Ke Mancanegara, karya Panusunan Simanjuntak yang  berlangsung di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (2/10).

Parni dalam hal ini memberi acungan jempol kepada Panusunan Simanjuntak yang dia anggap sebagai salah satu panutan (role model) untuk jurnalisme.

“Apa yang dituliskan Bung Panusunan adalah seperti dalam pepatah bahasa jawa, nglumpukke balung pisah, (mengumpulkan tulang-tulang yang berserakan) atau dimaknai sebagai mengumpulkan saudara-saudara sebangsa setanah air yang telah tercerai berai akibat penjajahan, atau terdiaspora,” kata Parni.

Parni beralasan demikian karena catatan perjalanan kewartawanan yang dibukukan Panusunan merupakan sebuah catatan kecil sejarah bangsa. Parni menjelaskan bahwa ada kesamaan yang relatif besar antara Indonesia dan Suriname dari persebaran suku Jawa, sama halnya dengan Madagaskar yang masih memiliki kesamaan ciri-ciri fisik dengan penduduk negara kita.

Contoh lain yang dikemukakan Parni yakni saat reportase Panusunan di Rusia yang memisahkan diri dari Uni Soviet pada 1991, sekali pun dalam kenyataan pemerintah komunis sudah lenyap akan tetapi masih banyak warga Indonesia yang belajar di salah satu negeri terluas di Eropa Timur tersebut. Dalam buku setebal 254 halaman menceritakan pengalaman Panusunan melintasi negara-negara dalam rangka jurnalisme antara lain Suriname, Rusia, Israel, Mindanao Selatan, Madagaskar, Afrika Selatan, New York, dan Kaledonia Baru.

Panusunan, dalam kesempatan yang sama mengemukakan bahwa kisah-kisah jurnalisme yang dia alami itu tidak kadaluarsa.

“Karena bagian terbesar dari cerita-cerita itu adalah sejarah, yan gbukan semata terkait dengan masa lampau melainkan juga dengan masa kini Indonesia,” Panusunan menambahkan.

Parni mengemukakan seringkali dijumpai banyak buku atau di internet yang menyebut bahwa Indonesia dan Suriname dipersatukan oleh suku Jawa, akan tetapi masih jarang ada satu fokus tertentu seperti yang dilakukan Panusunan sebagai seorang jurnalis.

Parni memuji sifat nasionalisme Panusunan, walau bekerja untuk stasiun radio asing (BBC, Inggris) akan tetapi Panusunan berkeliling dunia untuk membangkitkan empati para pembaca lintas suku, ras, agama, bangsa, budaya dan ideologi.

“Bung Pan bisa menunjukkan cintanya yang besar kepada Tanah Air dan kemanusiaan lewat siaran-siarannya yang bertema keindonesiaan,” kata Parni.

Jurnalis Sejati

Dalam kesempatan yang sama Parni Hadi memuji ketangguhan Panusunan sebagai seorang jurnalis yang handal atau wartawan sejati.

“Apa yang dilakukan oleh Bung Pan (panggilan akrab Panusunan) dengan menulis ulang dan membukukan berbagi kisah menarik dari yang telah disiarkannya lewat radio di London, lebih dari sepuluh tahun lalu ini menunjukkan pekerjaan seorang reporter sejati. Ini patut ditiru wartawan lain,” kata Parni.

Parni beralasan menulis kembali sesuatu yang sudah pernah disiarkan (di televisi atau radio) sering kali tidak mudah karena berbagai alasan antara lain lupa, bosan, atau bahan-bahannya sudah berserakan. Padahal, menurut Parni, seorang jurnalis dapat membukukan lagi catatan yang telah tercecer itu dengan melakukan pembaharuan (updating) pada apa yang telah dia liput atau siarkan.   

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home