Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 11:33 WIB | Jumat, 15 April 2016

Israel Bentuk Aliansi dengan Mesir dan Arab Saudi?

Raja Arab Saudi Salman bin Abdul-Aziz Al Saud (L) menyambut Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Bandara Internasional Riyadh, Nov. 10, 2015. (Foto: FAYEZ NURELDINE)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Pengumuman yang dilakukan Mesir pada 9 April lalu yang akan menyerahkan dua pulau, Tiran dan Sanafir, kepada Arab Saudi mengejutkan banyak orang di Timur Tengah. Satu-satunya negara yang tidak terkejut adalah Israel.

Seorang pejabat tingkat atas di Yerusalem mengatakan kepada Al-Monitor pada hari Selasa (12/4), Israel telah mengetahui negosiasi rahasia itu. Israel bahkan telah memberikan persetujuan untuk proses itu  dan tidak meminta untuk membuka kembali perjanjian damai dengan Mesir. Padahal, perjanjian itu menyatakan bahwa setiap perubahan wilayah atau penyerahan tanah kedaulatan Mesir yang berasal dari pengembalian Israel, ke pihak lain, merupakan pelanggaran perjanjian.


Pembicaraan antara Arab Saudi dan Mesir mengenai penyerahan pulau ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Selama ini Israel dengan tegas menentang langkah itu. Fakta bahwa penyerahan sekarang telah mendapatkan dukungan Israel mencerminkan kepentingan bersama antara tiga sisi: Kairo, Riyadh dan Yerusalem - meskipun Mesir dan Saudi lebih memilih label "Tel Aviv."

Menurut Ben Caspit dalam tulisan kolomnya di Al-Monitor, Ini adalah geostrategis nyata dan drama diplomatik. Mantan Kepala Shin Bet dan anggota Knesset dari Partai Likud, Avi Dichter, mengatakan pada hari Selasa (12/4) dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Israel, Kol Yisrael, bahwa langkah ini adalah salah satu kejadian diplomatik dramatis yang paling penting yang terjadi antara dua negara Arab di Tengah yang Timur.

Menteri Pertahanan Israel Moshe (Bogie) Ya'alon, dalam perayaan pra-Paskah kecil dengan wartawan militer, menegaskan bahwa Israel memang menyetujui tindakan Mesir dan bahkan telah menerima dokumen tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak. Dokumen Israel itu membenarkan  kebebasan navigasi bagi Israel di Selat Tiran terus berlanjut (tempat dua pulau itu berada); Selat Tiran akan menjadi kota pelabuhan Israel penting di Eilat.

Selain itu, Ya'alon mencatat bahwa AS telah turut dalam negosiasi itu dan juga penandatangan perjanjian tersebut. Dengan demikian, Ya'alon mengatakan, Israel telah menerima semua jaminan yang diperlukan.

Menurut seorang pejabat keamanan senior, yang berbicara kepada Al-Monitor yang tak mau disebutkan namanya, Ya'alon menekankan kepada rekan-rekannya bahwa kerjasama keamanan antara Israel dan Mesir telah mencapai kondisi prima. Sistem keamanan dari kedua negara memiliki kepentingan yang sama. Mesir, misalnya, membantu Israel memagar betis Hamas di Gaza.

Penyerahan kedua pulau oleh Mesir ke Arab Saudi ini juga menggambarkan bagian dari dialog  yang telah berkembang antara Israel dan tetangga Sunni-nya. Seorang pejabat keamanan Israel, yang berbicara kepada Al-Monitor secara anonim, menambahkan beberapa rincian: hubungan Israel di wilayah tersebut sangat mendalam dan penting. Negara-negara Arab moderat tidak lupa periode Ottoman, dan sangat khawatir tentang membesarnya dua kerajaan non-Arab dari masa lalu: Iran dan Turki.
Dengan latar belakang ini, banyak pemain regional menyadari bahwa Israel sesungguhnya bukan masalah, tetapi solusi. Dialog Israel dengan negara-negara besar Sunni sangat penting dan tetap di bawah radar, tetapi semakin dalam seiring dengan waktu dan membuahkan hasil.

Tindakan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi ini telah menimbulkan kecaman publik yang tajam di Mesir. Lawan presiden berpendapat bahwa di bawah Konstitusi Mesir ia tidak memiliki wewenang untuk menyerahkan wilayah Mesir.

Namun, Sisi membantah kritik ini: Pulau-pulau ini awalnya milik Arab Saudi, yang diserahkan kepada Mesir pada tahun 1950 sebagai bagian dari upaya untuk menjepit Israel dari selatan, dan mencegah Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces) mengambil kendali dari mereka. Israel memulai dua perang (Perang Sinai pada tahun 1956 dan Perang Enam Hari pada tahun 1967) untuk mendapatkan hak navigasi di Laut Merah. Israel menguasai pulau ini dua kali  kemudian mengembalikannya kepada ke Mesir dua kali.

Sekarang waktunya sudah mencapai paripurna, dan orang Mesir akan mengembalikan pulau-pulau kepada pemilik aslinya, Arab Saudi. Ini adalah isyarat niat baik dari Sisi kepada Raja Salman bin Abdul-Aziz Al Saud, setelah Saudi berkomitmen atas kesanggupannya membayar utangnya kepada rezim Mesir selama lima tahun ke depan. Saudi melakukan investasi besar-besaran di Mesir dan memberikan dukungan keuangan untuk menyelamatkan perekonomian Mesir dari kehancuran.

Seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya, menuturkan kepada Al-Monitor bahwa Mesir tidak ingin melihat orang-orang Turki di Jalur Gaza, dan sangat menentang kesepakatan antara Yerusalem dan Ankara. Ini adalah alasan, menurut sumber itu, mengapa perjanjian rekonsiliasi belum selesai, dan bahwa ada kesenjangan antara kedua pihak. Dalam keadaan sekarang, adalah mungkin bahwa Turki dan Israel akan menerima kenyataan bahwa mereka tidak bisa mencapai  kesepakatan penuh, dan akan puas dengan pemulihan hubungan parsial. (kav)
 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home