Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 15:35 WIB | Senin, 01 Agustus 2016

Kacang Tunggak, Pengganti Kedelai untuk Tempe

Kacang tunggak (Vigna unguiculata subspesies unguiculata). (Foto: id.wikipedia.org)

SATUHARAPAN.COM - Kacang tunggak di negeri ini masih dianggap tanaman kacang-kacangan minor, setelah kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Itu data data yang dilansir Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Litbang Pertanian, 2 Juni 2016. Bukan saja tidak populer, bisa jadi tak banyak orang yang mengenal atau bahkan mendengar namanya.  

Namun, hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) justru menunjukkan kacang tunggak dapat diolah menjadi tempe tanpa harus disubstitusi dengan kedelai. Tentu menjadi berita menggembirakan, karena dapat mengurangi kebergantungan  pada kedelai, terutama pada saat harga kedelai melambung yang membuat konsumen maupun produsen sama-sama menjerit.  

Berdasarkan penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), membuat tempe kacang tunggak tidak jauh berbeda dengan tempe kedelai. Yang berbeda hanya cara mengupas kulit biji. Kulit biji kacang tunggak lebih sulit dikupas dibanding kulit biji kedelai yang lebih tebal.

Namun, kendala itu dapat diatasi dengan mengupasnya dalam keadaan kering. Sebelum diolah menjadi tempe, kulit kacang tunggak kering dikupas dengan mesin pengupas abrasif seperti yang digunakan pada industri susu kedelai. Cara itu dapat menyingkat proses pembuatan tempe karena kacang tidak perlu direndam 24 jam dan tanpa direbus untuk mengupas kulit seperti pada kedelai.

Kacang tunggak yang memiliki nama ilmiah Vigna unguiculata subspesies unguiculata, adalah sejenis tanaman legum yang polong muda dan bijinya biasa disayur, seperti sayur lodeh atau brongkos.

Kacang tunggak, mengutip dari Wikipedia, adalah tanaman semusim yang tumbuh melebar, tegak, atau hampir tegak, tinggi 15-80 cm. Polongnya memiliki panjang 10–30 cm, menggantung, keras dan kaku, tidak menggembung ketika muda.  Bijinya biasanya agak besar, panjangnya antara 6-10 mm.

Kacang tunggak masih satu jenis dengan kacang panjang, namun berbeda subspesies atau kelompok kultivar.  Kelompok kacang panjang, misalnya, dikenal dengan nama Kelompok kv. Sesquipedalis (Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis). Kelompok kv. Unguiculata (atau juga disebut Vigna unguiculata ssp. unguiculata) adalah kelompok kacang tunggak yang umum. Sementara Kelompok kv. Biflora (Vigna unguiculata ssp. cylindrica) adalah kelompok kacang merah (kacang tunggak merah) atau kacang tunggak kecil.

Kacang tunggak memiliki beragam variasi bentuk. Di Jawa, kacang-kacang ini dikenal dengan beberapa nama, seperti kacang dadap dan kacang landes, juga kacang otok dan kacang tolo.

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi menyebutkan daun kacang tunggak terdiri atas tiga helaian daun (trifoliate) dengan letak berseling. Bentuknya bervariasi dari ovate hingga lanceolate. Warna bunga ungu dan putih. Polong bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, dan tekstur. Warna polong tua antara cokelat muda, cokelat tua, atau krem. Sebagian besar aksesi memiliki bentuk daun ovate, warna bunga ungu, warna polong tua krem, bentuk polong bulat, warna biji cokelat hingga kekuningan.

Penyebaran dan Manfaat Kacang Tunggak

Pusat keanekaragaman kacang tunggak (Kelompok kv. Unguiculata) diperkirakan berasal dari Afrika Barat, yang kemudian tersebar luas di seluruh wilayah tropis dan ugahari (iklim pegunungan yang ekstrem, siang panas dan malam hari dingin).

Kacang ini dimanfaatkan bijinya (kering atau basah) sebagai kacang-kacangan. Polongnya yang muda, dan daun-daun mudanya dipetik sebagai bahan sayuran atau lalapan. Bijinya dapat ditumbuk menjadi tepung atau diolah lebih lanjut menjadi kue-kue.

Selain di Asia, biji kacang tunggak juga dimanfaatkan di Afrika, Eropa bagian selatan, dan kawasan Amerika Latin.

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, seperti ditulis di balitkabi.litbang.pertanian.go.id, menyebutkan tanaman kacang tunggak beradaptasi baik di daerah agak kering (semi arid) dengan suhu antara 20−25 derajat celsius, serta dapat tumbuh di lahan marginal ataupun pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainasenya baik. Wikipedia menyebutkan tanaman ini juga biasa ditanam di pekarangan sebagai cadangan pangan keluarga.

Pertumbuhan optimal diperoleh pada ketinggian 0−500 meter di atas permukaan air laut (m dpl), tetapi dapat tumbuh sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl. Sebagian besar kacang tunggak dibudidayakan di daerah tadah hujan yang curah hujan tahunannya sekitar 600 mm/tahun.

Daur hidup kacang tunggak mencapai 66 hari. Selain toleran terhadap kekeringan, kacang tunggak juga toleran terhadap kemasaman lahan, sehingga sangat potensial dan memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan pada lahan kering untuk peningkatan produktivitas lahan.

Sumber daya genetik (SDG) tanaman merupakan bahan baku dasar yang paling berharga dan penting dalam memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan terutama pada program perbaikan tanaman. Karena itu, SDG tersebut perlu memiliki keragaman genetik yang luas untuk sifat-sifat yang diperbaiki guna mendukung program pemuliaan.

Koleksi plasma nutfah kacang tunggak di Balitkabi berjumlah 150 aksesi, terdiri atas varietas lokal, introduksi, varietas unggul lama/baru, dan galur-galur homozigot hasil persilangan. Koleksi tersebut memiliki keragaman fenotipik untuk sifat-sifat kualitatif seperti bentuk daun, warna daun, warna bunga, warna polong, warna biji, dan bentuk polong.

Dengan melihat semua sifatnya, kacang tunggak baik untuk ditanam sebagai penutup tanah, karena dapat tumbuh di berbagai jenis tanah dan dalam waktu pendek dapat menghasilkan banyak humus. Sebagai pupuk hijau, kacang tunggak mengandung kadar nitrogen yang cukup tinggi, yakni sebesar 4,4 persen berat kering hijauan. Daun dan ranting-ranting ini juga bagus sebagai pakan ternak karena mengandung kadar protein dan kapur yang tinggi, sementara serat kasarnya rendah.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home