Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 23:02 WIB | Senin, 17 November 2014

Kebijakan Menaikkan BBM Tak Sesuai Amanat Konstitusi

Ratusan kendaraan roda dua dan empat Senin (17/11) malam antri mengisi BBM di SPBU Jalan M. Kahfi II, Jakarta Selatan menjelang harga BBM naik. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo akhirnya secara resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pada Senin (17/11) malam di Istana Negara. Kenaikan harga BBM subsidi masing -masing naik Rp 2.000 untuk premium dan solar, dan berlaku mulai Selasa (18/11) pukul 00.00.

“Pemerintah menetapkan harga BBM baru mulai 18 November pukul 00.00, harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500, harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500,” kata Presiden Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA) M Imam Nasef mengatakan kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM tidak sesuai dengan amanat konstitusi.

Menurut dia, merujuk pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Minyak dan Gas Bumi (Migas) termasuk di dalamnya BBM adalah cabang produksi yang dikuasai negara karena menguasai hajat hidup orang banyak. Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2013 perihal pengujian UU No. 22/2001 tentang Migas.

“Bila merujuk pada Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, Migas termasuk BBM adalah cabang produksi yang digunakan untuk hajat hidup orang banyak,” kata Imam dalam pesan singkat kepada satuharapan.com, di Jakarta, Senin (17/11).

Dia mengungkapkan makna dari hak menguasai adalah negara berhak mengambil kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, tapi tetap harus melihat amanat konstitusi yang member syarat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana tertera dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

“Artinya, secara konstitusional negara melalui pemerintah perlu memperhatikan agar hak itu harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagai syarat konstitusionalnya,” ucap dia.

Jangan Bebani Masyarakat

Selanjutnya, Imam melihat dampak dari kenaikan harga BBM yang mencapai mencapai angka Rp 8.500 untuk premium dan Rp 7.500 untuk solar ini akan berakibat pada meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup lainnya, sementara pendapatan masyarakat tidak mengalami peningkatan.

Sehingga, kata dia, alih-alih kebijakan BBM bertujuan memakmurkan rakyat Indonesia, justru hanya semakin membebani dan menurunkan daya beli masyarakat. “Kalau itu yang terjadi, jelas kebijakan menaikkan harga BBM kian tidak memenuhi syarat konstitusonal,” Imam menegaskan.

Dia berharap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla JK fokus untuk meningkatkan pendapatan per kapita rakyat Indonesia, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang semakin membebani rakyat.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home