Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 19:29 WIB | Senin, 06 Juli 2015

Kemenperin: Industri Komponen Nasional Harus Kuat

Menteri Perindustrian Saleh Husin (ketiga kiri) bersama Dirjen IKM Euis Saedah (kiri), Direktur Komersial I Sucofindo M. Heru Riza Chakim (kedua kiri), Dirjen ILMATE I Gusti Putu Suryawirawan (keempat kanan), Ketua Kompartemen Industri GAIKINDO Made Dana T (ketiga kanan), Ketua Umum Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor Indonesia (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen (kedua kanan), serta Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, Arif Budisusilo (kanan) menekan tombol pada peluncuran website pada Focus Group Discussion dan Eksibisi Komponen di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (6/7). (Foto: kemenperin.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa kemajuan industri otomotif nasional sangat membutuhkan penopang yang kuat berupa industri komponen di sekitarnya.

“Industri komponen di dalam negeri harus kuat, sehingga tidak akan banyak impornya. Hal tersebut dapat mendorong peta jalan industri otomotif," kata Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan dalam Forum Group Discussion dan Eksibisi Komponen di Jakarta, Senin (6/7).

Selain itu, lanjut Putu, kuatnya industri komponen dapat mendorong pencapaikan target produksi mobil sebanyak 2,5 juta unit pada 2020.

Kemudian, Dirjen Industri Kecil Menengah Euis Saedah menambahkan, Kemenperin telah memfasilitasi IKM komponen masuk dalam sistem global value chain.

Hal tersebut dilakukan melalui peningkatan penguasaan teknologi maju serta meningkatkan penerapan sistem manajemen mutu dan fasilitasi untuk sertifikasi.

”Tantangan yang dihadapi IKM komponen agar dapat bersaing ialah berupa peningkatan kualitas dan ketersediaan bahan baku dalam negeri, kompetensi SDM, peningkatan teknologi dan standarisasi, serta perluasan akses pasar,” kata dia.

Menurut Euis, hingga Juli 2015, terdapat 70 IKM komponen di Indonesia yang terdaftar dalam Koperasi Industri Komponen (KIKO), 60 persen masih melakukan produksi, 33 persen dalam kondisi "tiarap" dan 7 persen mati suri.

"Tiarap maksudnya mereka lebih baik diam dulu atau wait and see, daripada bikin top cost, nantinya dijual rugi. Kalau mati suri ya berhenti berproduksi. Meskipun saat ini utilisasinya masih 80 persen," kata Euis.

Menurut dia, kondisi demikian merupakan dampak dari semakin mahalnya biaya produksi, meningkatnya harga gas dan listrik, serta beberapa bahan baku yang masih impor, sedangkan dollar semakin menguat.

Di masa mendatang, Euis berencana membuka jaringan antara IKM komponen dan Original Equipment for Manufacturer (OEM) serta Replacement Market (REM).

"Sebetulnya itu klasik, namun kami juga akan berupaya membangun sentra industri untuk IKM komponen agar pasokan bahan baku lebih terjamin," kata Euis. (Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home