Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Reporter Satuharapan 03:24 WIB | Jumat, 20 Desember 2019

Kementan Minta Masyarakat Tidak Tangani Sendiri Demam Babi

Personel Babinsa TNI dibantu petugas gabungan mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah untuk dikubur di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatra Utara, Selasa (12-11-2019). Sedikitnya 5.800 ekor babi mati diduga akibat wabah virus Hog Kolera dan African swine fever atau demam babi afrika di 11 kabupaten/kota di Sumatra Utara. (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita meminta masyarakat segera melaporkan jika ada kematian babi, atau tidak menangani sendiri terkait dengan gejala demam babi afrika atau African swine fever (ASF).

"Pemerintah mengimbau masyarakat untuk melaporkan bila ada kematian babi atau kesakitan dengan gejala ASF. Jangan menangani dengan membuang ke lingkungan atau sungai," kata Ketut Diarmita dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/12).

Adapun Kementerian Pertanian secara resmi telah mengumumkan adanya ASF yang terjadi di 16 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara melalui surat keputusan yang ditandatangani Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 12 Desember 2019.

Pemerintah juga telah melaporkan kejadian penyakit ASF kepada Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tanggal 17 Desember 2019 melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan selaku otoritas veteriner.

Ketut menjelaskan penyakit ASF adalah salah satu penyakit hewan yang yang harus dilaporkan ke OIE oleh semua negara anggota apabila ada kejadian penyakit tersebut.

"Hal ini karena ASF merupakan salah satu penyakit hewan yang masuk ke dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan atau notifiable diseases," kata Ketut Diarmita.

Indonesia sebagai anggota OIE melakukan notifikasi ini setelah mengonfirmasi keberadaan penyakit ASF di 16 kabupaten/kota di Sumut, berdasarkan hasil investigasi Tim Gabungan Ditjen PKH, Balai Veteriner (BVet) Medan, dan dinas provinsi/kabupaten/kota terkait, serta terkonfirmasi hasil uji laboratorium.

Menurut Ketut, langkah-langkah terpenting dalam penanganan ASF adalah adanya penerapan prinsip-prinsip biosekuriti, seperti disposal (pembuangan), penguburan, standstill order, disinfeksi, pengawasan lalu lintas ternak babi dan produknya, sosialisasi dan pelatihan.

Kementan juga telah memberikan bantuan berupa cairan disinfektan, mesin sprayer, alat pelindung diri, dan kantung bangkai.

"Semua bantuan ini dan pendampingan kepada peternak diberikan melalui posko darurat di semua tingkatan, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat kecamatan," kata Ketut.

Posko darurat ini telah ditugaskan tenaga medik dan paramedik terlatih. Menurut dia, masyarakat dapat langsung melaporkan bila dijumpai babi dengan gejala ASF untuk segera ditangani.

Pemerintah, menurut Ditjen PKH, telah menyiapkan anggaran dari APBN sebesar Rp5 miliar dengan alokasi mendukung kegiatan operasional gabungan penanganan kasus di lapangan. 

Pemerintah Provinsi Sumatra Utara akan menggunakan dana sebesar Rp5miliar untuk penanganan ternak babi yang mati di daerah Sumut akibat virus hog cholera atau kolera babi.

"Kita akan menggunakan bantuan dana tersebut untuk kepentingan patroli ternak, mendirikan pos-pos penutup jalan ke luar dan masuknya ternak babi milik warga," kata Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, usai Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Toba 2019 dalam rangka pengamanan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 di Sumatra Utara, di Lapangan Benteng Medan, Kamis (19/12).

Selain itu, Pemprov juga menyiapkan dana untuk sejumlah personel yang ikut membantu warga masyarakat menguburkan ternak babi yang mati, dan juga pemusnahan hewan tersebut," ujar Edy.

Hingga saat ini virus hog cholera masih menyerang ternak babi tersebut. Belum ada laporan bahwa virus tersebut menyerang binatang lain maupun pada manusia.

"Pemprov Sumut hingga kini masih memblokir penyebaran virus hog cholera itu dengan menggunakan vaksin, dan juga akan mengatasi wabah yang berbahaya bagi ternak babi," kata mantan Pangkostrad itu.

Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatra Utara mencatat hingga Jumat sebanyak 27.070 ekor babi di Sumut mati akibat virus hog cholera atau kolera babi.

Kepala Balai Veteriner Medan, Agustia, mengatakan bahwa kematian ternak babi ini sangat cepat yaitu yang terlapor rata-rata 1.000 hingga 2.000 ekor per hari.

Balai Veteriner Medan sudah menyatakan babi yang mati terindikasi African Swine Fever (ASF), namun Menteri Pertanian hingga saat ini belum menyatakannya (declare).

Virus hog cholera sudah pernah dinyatakan eksis, tak lama setelah kematian ribuan babi di Sumut terjadi pada kurun tahun 1993 - 1995. Saat itu, kasusnya juga bermula dari Dairi.

"Berdasarkan ilmu pengetahuan, ini (babi) kemungkinan akan habis semua. Karena pada kasus ini hog cholera ada, penyakit bakterial ada, ASF juga terindikasi," katanya.

Angka 27.070 babi yang mati tersebut menyebar di 16 Kabupaten yakni di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Tebing Tinggi, Siantar dan Langkat. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home