Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 07:48 WIB | Minggu, 28 Juni 2015

Kepala Suku Muslim di Sudan: Dr Tom Adalah Yesus Kristus

Dr Tom Catena, satu-satunya dokter permanen di Pegunungan Nuba, Sudan, meneliti pasien kusta, Nemat Kuku, yang anaknya Nasra Makous menderita kekurangan gizi. Kusta dan kekurangan gizi adalah masalah umum di daerah itu. (Foto: Nicholas Kristof / The New York Times)

KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM – Seorang misionaris dari Amerika Serikat mengabdikan hidupnya sebagai satu-satunya dokter di Pegunungan Nuba di ujung selatan Sudan. Daerah yang sering diserbu pemerintah karena dianggap sebagai sarang pemberontak.

Nicholas Kristof, wartawan senior peraih Pulitzer menuliskan di New York Times, Sabtu (27/6) bahwa Dr Tom Catena, 51, seorang misionaris Katolik dari Amsterdam, New York, adalah satu-satunya dokter di rumah sakit dengan 435 tempat tidur di RS Bunda Rahmat (Mother of Mercy Hospital) yang terletak di Pegunungan Nuba di ujung selatan Sudan. Dia pun satu-satunya dokter secara permanen bertugas di Pegunungan Nuba untuk penduduk lebih dari setengah juta orang.

Hampir setiap hari, pemerintah Sudan menjatuhkan bom atau mortir terhadap warga sipil di Pegunungan Nuba, bagian dari strategi bumi hangus untuk mengalahkan pemberontakan bersenjata di sini. Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya sudah tidak memperhatikan mereka. Sehingga yang tersisa adalah “Dr. Tom” karena ia yang dikenal di sini. Dialah yang membongkar keluar pecahan peluru dari daging perempuan dan mengamputasi anggota badan anak-anak, bahkan ia juga menolong kelahiran bayi dan mengoperasi usus buntu.

Dia melakukan semua ini tanpa jaringan listrik, air bersih memadai, telepon atau mesin Rontgen. Ia juga bekerja di bawah ancaman bom, sebab pemerintah Sudan sudah menjatuhkan 11 bom di halaman rumah sakit itu. Pertama kali, Dr Tom bersembunyi, ketakutan, di sebuah lubang yang baru digali untuk kakus, tapi rumah sakit sekarang dikelilingi oleh lubang perlindungan dengan pasien dan staf berjongkok ketika ada pesawat militer mendekat.

“Kami berada di tempat pemerintah tidak berusaha untuk membantu kami,” katanya. “Bahkan, mereka berusaha membunuh kita.”

Karena kekurangan sumber daya, Dr. Tom bergantung pada model perawatan darurat yang sudah ketinggalan zaman dari dekade yang lalu.

“Ini adalah pengobatan era Perang Saudara,” katanya, sambil menunjuk seorang pria dengan kaki yang patah, yang ia sembuhkan dengan metode yang dikenal sebagai traksi Buck, menggunakan kantong pasir sebagai pemberat.

“Kadang-kadang benar-benar berhasil,” kata Dr Tom. “Anda menggunakan apa yang Anda miliki.”

Yang mengesankan dari Dr Tom adalah bahwa ia tetap bekerja di tengah sebagian besar dunia, termasuk para pemimpin dunia dan kemanusiaan, telah meninggalkan orang-orang dari Pegunungan Nuba ini.

Dr Tom telah bekerja di Pegunungan Nuba selama delapan tahun, tinggal di rumah sakit dan selalu berjaga selama 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu. Kecuali, saat ia tak menyadari bahwa ia terserang malaria setahun yang lalu.

Dr Tom mengakui ia tak lagi dapat menikmati pretzel dan es krim kesukaannya. Bahkan, yang lebih serius, ia kehilangan keluarga. Ia berpisah dari calon istrinya ketika ia pindah ke Afrika, dan ini bukan tempat terbaik untuk tinggal (meskipun anggota staf rumah sakit sedang merencanakan untuk memperkenalkan dia untuk perempuan Nuba sebagai strategi untuk mencegah dia pergi).

Untuk risiko dan pengorbanan ini, Dr Tom mendapatkan $ 350 per bulan (sekitar Rp 5,2 juta)—tanpa tunjangan pensiun atau asuransi kesehatan biasa.

Dia didorong, katanya, oleh iman Katolik-nya. “Saya sudah diberi berkat sejak hari saya dilahirkan,” katanya. “Sebuah keluarga yang penuh kasih. Sebuah pendidikan yang baik. Jadi saya melihatnya sebagai suatu kewajiban, sebagai seorang Kristen dan sebagai manusia, untuk membantu.”

Orang-orang Nuba –Muslim dan Kristen—sangat menghormati Dr Tom. “Orang-orang di Pegunungan Nuba tidak akan pernah lupa namanya,” kata Letnan Kolonel Aburass Albino Kuku dari kekuatan militer pemberontak. “Orang-orang berdoa supaya dia tidak pernah mati.”

Seorang kepala suku Muslim di Pegunungan Nuba bernama Hussein Nalukuri Cuppi memujinya dengan tidak biasa.

“Dia Yesus Kristus,” katanya.

Sang kepala suku menjelaskan bahwa Yesus menyembuhkan orang sakit, membuat orang buta melihat dan membantu orang lumpuh berjalan –dan itulah yang dilakukan Dr. Tom setiap hari.

Anda tidak perlu menjadi seorang Katolik konservatif atau evangelis Kristen untuk merayakan orang yang tidak mementingkan diri sendiri semacam itu. Anda hanya perlu jadi manusia.

Ikuti berita kami di Facebook


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home