Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 07:39 WIB | Sabtu, 23 September 2017

Kisah Para Pekerja Kebun Anggur

”TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mzm. 145:9).
Protes para pekerja kepada Sang Tuan (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Pagi-pagi benar seorang pemilik kebun anggur keluar rumah hendak mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Demikianlah Yesus memulai perumpamaan-Nya (lih. Mat. 20:1-15). Setelah sepakat dengan para pekerja mengenai upah sedinar sehari, dia menyuruh mereka bekerja.

Perumpamaan Yesus tidak hanya berhenti di situ. Pada 9.00, tuan itu bertemu sekelompok penganggur. Mereka pun disuruhnya bekerja. Tak ad perjanjian berapa upah akan yang akan diterima. Sang Tuan hanya berkata, ”apa yang pantas akan kuberikan kepadamu.” Dan kelompok penganggur itu pun pergi bekerja.

Selanjutnya, tuan itu masih bertemu dengan sekelompok penganggur lainnya, pada 12.00, 15.00. dia melakukan hal yang sama. Dan mereka pun bekerja ketimbang menganggur.

Pada pukul 17.00, terkejutlah hati Sang Tuan karena ternyata dia masih bertemu dengan para penganggur. Heran dia  bertanya, ”Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?” Jawaban mereka sungguh logis: ”Karena tak ada yang mengupah kami.” Mendengar itu, Sang Tuan pun berkata, ”Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.” Untuk yang terakhir ini tak ada janji sama sekali perihal upah.  

Ternyata, upah mereka semua sama. Yang bekerja 12 jam sehari, tentu dipotong istirahat satu jam, hingga yang bekerja hanya satu jam upahnya sama. Sama-sama sedinar. Itu setara dengan Rp150 ribu rupiah.

 

Iri Hati Para Pekerja

Hal itu menimbulkan iri hati para pekerja yang merasa bekerja lebih lama. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Keadilan, menurut mereka, yang bekerja paling lama harus dibayar paling tinggi.

Namun, konsep keadilan Sang Tuan berbeda. Dalam kacamata Sang Tuan, setiap orang perlu dana cukup untuk hidup sehari-hari—Rp150.000,-. Kurang dari itu, Sang Tuan sendiri merasa telah bertindak tidak adil terhadap pekerjanya. Keadilan dalam sudut pandang Sang Tuan tidak ditentukan oleh lamanya kerja, tetapi dari sisi kebutuhan normal manusia. Keadilannya berdasarkan kasih.

Sang Tuan beralasan, dia berhak memberikannya karena itu memang miliknya. Dia sendiri tidak merasa rugi memberi upah Rp150.000,- kepada orang yang bekerja hanya sebentar. Dengan kalimat retorik, Sang Tuan menegaskan: ”Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” (Mat. 20:15). Dengan kata lain, jika dia ikhlas melakukannya, mengapa pula ada yang protes?

 

Kisah Yunus

Sejatinya—dan ini tak boleh kita lupakan—perumpamaan ini berkait dengan Kerajaan Surga. Standar keadilan dalam Kerajaan Surga adalah standar kasih. Dan berkait dengan penyelamatan Allah, maka standarnya bukanlah berapa lama seseorang menjadi Kristen, tetapi kebutuhan sejati manusia. Dan bicara soal penyelamatan Allah mana ada di antara kita yang mau dibeda-bedakan, bukankah kebutuhan manusia akan penyelamatan Allah itu sama? Manusia sama-sama membutuhkan penyelamatan Allah.

Dan itu jugalah yang tidak dipahami Yunus. Yunus, yang namanya berarti ”merpati”, ternyata lebih suka jika Niniwe binasa. Bahkan, dia berkata kepada Tuhan: ”Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya. Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup” (Yun. 4:2-3).

Bayangkan, Yunus lebih baik mati ketimbang melihat musuh-musuh Israel mendapatkan keselamatan dari Allah. Dia lebih suka menyaksikan Niniwe binasa. Yunus iri terhadap kebaikan Allah kepada Niniww, ibu kota Asyur, musuh Israel itu.

Dan Allah pun bertanya kepada Yunus: ”Layakkah engkau marah?” Dan Yunus tak bisa menjawab pertanyaan itu. Sebab, sejatinya dia memang tak pantas marah!

Penyelamatan Allah memang misteri. Dia ingin menyelamatkan semua manusia. Pemazmur bersaksi: ”TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mzm. 145:9). Dalam BIMK tertera: ”Ia murah hati kepada setiap orang, dan mengasihani semua ciptaan-Nya.” Dan semuanya itu terjadi karena, masih pengakuan pemazmur, ”TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya” (Mzm. 145:8).

 

Kisah Paulus

Dan salah satu orang yang sungguh merasakan misteri penyelamatan Allah adalah Paulus. Berkait tindak kejahatan yang dilakukan, Paulus sebenarnya tak beda dengan Niniwe. Tetapi, Allah menyelamatkannya. Dan karena itulah Paulus mampu berkata: ”Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah” (Flp. 1:21-22).

Paulus ingin semakin banyak orang yang menjadi percaya kepada Injil. Dengan kata lain, Paulus menyatakan bahwa Allah itu murah hati. Kadar Kemurahatian Allah sama kepada semua orang. Dan memang penyelamatan Allah merupakan kebutuhan terbesar setiap orang, hanya ada yang menyadarinya ada yang tidak.

Sesungguhnya, baik Paulus maupun Yunus merupakan pekerja-pekerja di ladang pelayanan Allah. Kita mau seperti siapa?

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home