Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 00:00 WIB | Rabu, 05 Februari 2014

KY: Pengujian UU Penetapan Perppu MK Aneh

Taufiqurrahman Syahuri. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM –  Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri menilai sidang pengujian UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU MK, "aneh" karena terlalu cepat pelaksanaannya.

"Ini (sidang) sebetulnya hal yang sulit dikatakan, `aneh`, karena terlalu cepat. Sidang terlalu terburu-buru, untuk sidang UU Pilpres aja butuh waktu setahun, kok ini cepat, seperti mau kejar-kejaran dengan peraturan bersama MK dengan KY," kata Taufiq, di Jakarta, Selasa (4/2).

Berdasarkan data yang dikumpulkan Antara, sidang pendahuluan pengujian UU Penetapan Perppu MK ini dilaksanakan pada 23 Januari 2014 dan 30 Januari 2014 perbaikan permohonan.

Sepekan kemudian (4/2) sidang pleno mendengar jawaban pemerintah dan DPR, serta dilanjutkan keterangan ahli dari pemohon. Ketua Majelis Hamdan Zoelva menyatakan sidang pengujian UU Penetapan Perppu MK ini dinyatakan sudah cukup dan para pihak diberi kesempatan untuk menyerahkan kesimpulan pada 10 Februari 2014.

"Memang KY tidak datang dalam sidang, karena diputuskan akan memberikan keterangan tertulis saja. Tapi mendengar hanya diberi waktu tiga hari, gimana bisa, untuk waktu mengonsep kesimpulan ini butuh waktu cukup lama," kata Taufiq.

Komisioner bidang Rekrutmen Hakim ini mengatakan jika Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) sudah terbentuk, sidang ini bisa dilaporkan, tapi untuk saat ini belum bisa.

"Kalau ada majelis etik ini bisa dipertanyakan nanti. Kenapa kok bisa gitu, hukum acaranya gimana?. Tapi nggak ada Majelis Etik, mau ngadu kemana," keluh Taufiq.

Dia mengatakan banyak pihak yang akan melaporkan hakim konstitusi ke MKHK, seperti Fajrul Rahman yang akan melaporkan putusan MK terkait Pemilu serentak 2019.

Taufiq mengatakan dengan sikap hakim MK tersebut bisa menjadi penilaian masyarakat, karena mempercepat sidang yang cenderung mengadili nasibnya sendiri.

"Sebagai negarawan hakim MK bukan cuma tunduk pada hukum legal formal tetapi ia harus tunduk pada kepatutan, etika moral. Asa hukum universal menyatakan "nemo yudex in causa sua" yakni larangan bagi hakim memutus hal hal yang menyangkut dirinya," kata Taufiq.

Menurut dia, seharusnya MK menolak permohonan ini dan dalam pertimbangan hukumnya MK dapat memberi arahan atau masukan kepada pembentuk UU jika UU aquo ingin di revisi.

Pengujian UU Penetapan Perppu MK ini diajukan sejumlah advokat karena dianggap aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena konstitusi tak mengamanatkan pelibatan KY dalam pengajuan calon hakim konstitusi.

Para advokat yang terdiri dari Andi M Asrun, Robikin Emhas, Syarif Hidayatullah, Heru Widodo, Samsul Huda, Dorel Almir, Daniel Tonapa Masiku, Hartanto, Samsudin, Dhimas Pradana, Aan Sukirman ini menilai UU tersebut telah memperbesar kewenangan KY dan mengurangi kewenangan DPR, MA, dan Presiden tanpa mengubah UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY.

Pengujian UU Penetapan Perppu MK ini juga dimohonkan oleh Dosen FH Universitas Jember, yang terdiri dari Gautama Budi Arundhati, Nurul Ghufron, Firman Floranta Adonara, Samuel Saut Martua, Dodik Prihatin, Iwan Rachmat Setijono.

Kedua pemohon ini juga mempermasalahkan adanya pelibatan KY dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang permanen dibentuk bersama MK juga dinilai bermasalah.

Menurut pemohon, konsiderans UU itu hanya menjadikan UU MK sebagai dasar menimbang, sementara UU lain, khususnya UU KY tidak dicantumkan dan seharusnya UU KY juga diubah. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home