Loading...
EKONOMI
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 00:26 WIB | Senin, 11 Juli 2016

Melintasi Pati? Jangan Lupa Nasi Gandhul

Melintasi Pati? Jangan Lupa Nasi Gandhul
Kukuh Sariyaningsih (baju motif bunga) pemilik usaha Nasi Gandul Mamiku. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Melintasi Pati? Jangan Lupa Nasi Gandhul
Pilihan daging-thethelan untuk nasi gandhul.

PATI, SATUHARAPAN.COM - Bagi masyarakat Pati dan sekitarnya, sejak lama nasi gandhul telah menjadi pilihan kuliner yang digemari. Hampir di seluruh ruas jalan kota terdapat warung yang menawarkan menu nasi gandhul mulai dari warung tenda, kios kecil hingga restoran/rumah makan besar. Rasanya yang ringan meskipun bersantan, harga terjangkau, serta tersedia hampir sepanjang hari meskipun sebagian penjual menjajakan nasi gandhul mulai sore hingga malam hari.

Di daerah seputaran alun-alun Pati, Pasar Puri, maupun terminal Pati banyak penjual nasi Gandhul. Tidak jelas sejak kapan masyarakat Pati mengenal nasi Gandhul. Kukuh Sariyaningsih (52 tahun), pemilik usaha Nasi Gandhul Mamiku di Jalan P. Diponegoro no. 15 Pati (sekitar pasar Puri) saat ditemui satuharapan.com Senin (4/7) menjelaskan tentang nasi gandhul sambil melayani pembeli.

"Dulu orang jualan nasi gandhul itu keliling kampung. Dagangannya dipikul. Yang saya tahu yang memulai itu Pak Melet. (Saya) lupa tahunnya. Saya masih kecil waktu itu," kata Kukuh. Perempuan yang sehari-harinya mengajar di SMPN 4 Pati lebih lanjut menjelaskan, dalam pikulan itu satu untuk tempat nasi dan satunya tempat kuali untuk menaruh kuah. Untuk menarik perhatian pembeli, daging/thethelan digantung di atas kuali kuah. Karena digantung itulah akhirnya banyak orang memberikan nama nasi Gandhul (gandhul=gantung).

Seporsi nasi gandhul disajikan dalam piring yang dialasi daun pisang. Setelah nasi ditaruh di atas daun, pembeli bisa memilih potongan daging atau thethelan sesuai seleran. Potongan tersebut dipotong-potong kecil sebelum disiram kuah gandhul panas. Untuk melengkapi sajian, pembeli bisa menambah tempe goreng, perkedel, ataupun kerupuk. Ada satu lagi yang unik, jika pembeli mau penjual akan menyediakan suru untuk menggantikan sendok.

Suru adalah daun pisang yang dipotong memanjang dan dilipat dua dan digunakan untuk mengambil nasi yang berkuah. Karena daging-thethelan sudah dipotong-potong, Suru dapat digunakan sebagai sendok. Penggunaan alas daun pisang yang sudah dicuci dan suru mengurangi beban berat pikulan karena penjual nasi gandhul keliling tidak harus membawa air pencuci peralatan makan dalam jumlah yang banyak. Sebagai penerangan, waktu itu penjual nasi gandhul keliling menggunakan uplik (lampu minyak kecil).

Pada musim liburan maupun lebaran, nasi gandhul menjadi buruan penikmat kuliner baik oleh masyarakat setempat, wisatawan yang sedang berlibur di Pati, ataupun mereka yang sedang melintasi kota Pati.

"Dalam seminggu ini ada peningkatan penjualan. Kalau hari-hari biasa, sekitar 15 kg daging-thethelan. Ini sudah 5 hari rata-rata 30 kg (daging perharinya). Pas hari lebaran bisa sampai 50 kiloan," kata Kukuh. Tempat strategis, rasa yang pas, serta harga terjangkau menjadi daya tarik tersendiri.

"(Tempat) ini kan selalu dilewati bis dan kendaraan luar kota. Tanpa harus beriklan, cukup memasang kain (dengan nama warung) orang sudah bisa melihat. Saya tidak ngoyo. Rejeki sudah ada yang ngatur," jelas Kukuh yang memasak sendiri dan membuka warung setelah tugas mengajarnya selesai. "Bahan baku sudah ada yang nyetori. Tinggal telpon atau sms nanti diantar. Kalau meracik bumbu dan mengolahnya sudah sambil merem (terpejam mata). Dari muda saya memang suka memasak," kata pengajar mata pelajaran PKn.

Meskipun kuah gandhul bersantan, namun porsi yang tidak terlalu banyak membuat nasi gandhul tetap aman dikonsumsi. "Ndak usah khawatir, kandungan gizinya berimbang kok. Lagi pula makan nasi gandhul kan tidak setiap hari. Mumpung lewat sini tambah lagi nasi gandhulnya. Belum tentu sebulan sekali juga hehehe," canda Kukuh pada pengunjung asal Jakarta yang sedang dalam perjalanan mudik ke Surabaya.

Cara mengajak bercanda dan berdialog dengan pembeli itulah Kukuh Sariyaningsih membangun komunikasi dalam suasana persaudaraan dengan pelanggannya sehingga warung Nasi Gandhul Mamiku selalu ramai dikunjungi pembeli setiap hari.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home