Loading...
RELIGI
Penulis: Kris Hidayat 10:09 WIB | Senin, 21 April 2014

Monolog di Ibadah Paskah Bersama GKI Yasmin-HKBP Filedelfia

Renata tengah membacakan monolog, di tengah Ibadah Paskah Bersama GKI Yasmin-HKBP Filadelfia, Minggu (20/4). (Foto: Toto Hartono)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Monolog Paskah dibacakan dalam rangkaian Ibadah Paskah bersama yang digelar oleh jemaat GKI Yasmin Bogor dan jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, mengambil tempat di pinggir jalan di seberang Istana Merdeka, Minggu (20/4).

Puisi ini karya Diah Pawitri, jemaat GKI Yasmin Bogor, yang terinspirasi dari buku puisi karya Pendeta Eka Dharma Putra yang berjudul ".. Bahwasanya Untuk Selama-lamanya Kasih SetiaNya", atau dalam bahasa Yunani "Ki Le-Olam Hasdo". Monolog dibawakan oleh Renata Anggraeni, yang dengan bertelanjang kaki menapaki ruang ibadah yang panas oleh terik matahari.

".. Bahwasanya Untuk Selama-lamanya Kasih SetiaNya"

Ketika sedang kutapaki jalan mendaki
Dengan langkah tertatih-tatih
Duh Gusti...
Dan badai menerpa tanpa henti
Serta dalam sunyi kuangkat beban derita seorang diri
Oh betapa kuingin belajar dariMu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku
Tentang bagaimana memikul salib tanpa mengeluh
Tentang bagaimana menghirup cawan beracun tanpa gerutu
Kecuali jadilah kehendakMu

Ketika perjamuan malam itu berakhir
Dan kau tahu betul, itulah malam-malamMu yang terakhir
Lalu kau ajak murid-muridMu khidmat berdzikir
Bahwasannya untuk selama-lamanya kasih setiaNya

Duh Yesusku, Gusti junjunganku
Sungguh, sungguhkah Kau mempercayainya
Menyanyikan dengan sepenuh suara
Basahkah pipiMu oleh lelehan air mata
Atau adakah Engakau berkata
Hidup ini...ah, alangkah kejamnya

Oi…betapa aku ingin belajar darimu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku
Tentang rela menerima hidup sebagaimana adanya
Tentang merangkul kenyataaan betapapaun sakitnya
Tentang menjalani apa yang harus tanpa mencerca
Kecuali untuk selama2nya kasih setiaNya

Aku tahu betul di malam kamis itu
Malam deritanya sunyi
Malam sunyinya derita
Ketika Kau butuhkan nitra tuk menyatu sukma
Dan berbagai rasa dalam doa pada Sang Bapa
Namun toh harapan itupun sia-sia

Ah…betapa senyap Gustiku
Betapa berat ketika nyerinya maut begitu dekat
Orang-orang tempat Kau jangkarkan harap,
Sahabat-sahabatMu yang pakling akrab
Semua terlena dalam lelap yang sangat
Oi…betapa kuingin belajar dariMu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku
Tuk merangkul derita dengan berani meski mesti berjalan seorang diri
Tuk menepis uluran cuka penawar sakit
Sebab tak Kau Tolak apa yang mesti walaupun pahit
Tapi, Yesusku Gusti junjunganku
Tapi bagaimana bisa Kau atasi derita sunyiMu,
Bagaimana Kau hadapi sunyi deritaMu

Lalu, lirih kudengar jawab melalui mataMu
Sunyi itu memang derita anakku
Dan derita itu betapa sunyi sayangku
Namun bila benar kau yakin tanpa ragu
Bahwa tak kaupuilih salib yang kausandung di bahu
Dan tak kau tentukan sendiri jalan yang kau tempuh
Melainkan diletakkan ia oleh Bapamu yang satu itu
Maka sayangku sunyi itu berat, tapi bukan tak terangkat
Dan derita itu penat sayangku, tapi bukan tanpa berkat
Asal saja kau terus berjalan samapai tamat biar tersendat
Apalagi anakku, via dolorosa ini tak senyap melulu
Ketika deraan cambuk berujung paku mengoyak dagingKu,
Namun tetap saja sakit itu tak mampu memaksaKu tuk bangkit berdiri
Memikul salib dan berjalan maju, sebab telah punah tenagaKu oleh beratnya siksa

Oh…Yesusku, Gusti junjunganku
Ada satu lagi pertanyaanku kepadaMu
Engakau adalah Pribadi Agung penebar kasih sepanjang hidup
Engkau adalah Sosok Mulia penebar kebiakan tak pernah cukup
Tetapi kematiMu hina dalam siksa fitnah dan khianat
DeritaMu lengakap oleh dengki dan cemburu
NasibMu malang oleh ketidakadilan dan kesewenang-wenangan
Aku tak habis mengerti oh Gustiku
Bagaimana mungkin Kau alami itu tanpa menyuimpan dendam
Malah doaMu
Ampunilah mereka ya bapa
Sebab merereka tidak tahu apa yang mereka lakukan

Bagaimana mungkin Kau alami itu tanpa mengumpat
Bahkan Kau sempat-sempatnya Kau tawarkan firdaus yang nikmat
Bagi yang menerima nasibnya tanpa sesambar
Kembali lirih kudengar jawab melalui mataMu

Hidup dalam dendam, anakKu
Adalah hidup menambah beban yang terus mengusik sampai engakau dihancurkan
Hidup dalam pengampunan, anakKu, jauh lenbih tentram
Jalani apa yang mesti tanpa melempar kesalahan
Terima apa yang pasti tanpa mpenyesalan
Sebab apa yang mesti terjadi akan terjadi
Tidak ada faedahnya ya kita ungkit-ungkit lagi
Berlarilah mengejar yang di depan
Jangan langkahmu mandek dikejar yang di belakang

Ketika sedang kutapaki jalan mendaki dengan langkah tertatih-tatih
Duh Gusti dan badai menerpa tanpa henti,
Serta dalam sunyi kuangkat beban derita seorang diri
Oh betapa kubelajar dariMu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku
Bagaimana mengakhiri perjuangan hidupku dengan seruanMu
Seperti pada jumat siang itu
Bapa, kepadaMu Kuserahkan rohKu

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home