Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 10:25 WIB | Selasa, 03 Desember 2013

PBB: Hentikan Perbudakan, Promosikan Masyarakat Inklusif

Praktik perbudakan di zaman moderen. (Foto: /un.org/ILO)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyerukan dihentikannya perbudakan dengan cara mengembangkan masyarakat inklusif dan menghentikan diskriminasi.

Menurut ILO, sekitar 21 juta manusia terjebak hidup sebagai  budak di seluruh dunia. Namun Global Slavery (Indeks perbudakan Global) menyebutkan sekitar 30 juta manusia hidup sebagai budak dan mendapat perlakukan keji. Sebuah penelitian bahkan menyebutkan perbudakan di zaman  moderen lebih keji dari perbudakan di abad ke-17.

Indonesia termasuk di antara sejumlah negara yang masih mempraktikan perbudakan. Seperti sebuah kasus di Serang, dan pengiriman tenaga kerja ilegal yang terus terjadi.

64 Tahun

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), setiap tahun pada tanggal 2 Desember selalu mengingatkan agar dunia menghapuskan perbudakan. Namun Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan 2013 ini dunia masih menyaksikan praktik ekploitasi terhadap manusia secara keji.

"Sangat penting... mengakhiri perbudakan moderen dan penghambaan yang mempengaruhi termiskin,” kata Ban Ki-moon dalam pernyataannya, Senin (2/12).

Mereka yang sekarang diperbudak adalah dari kelompok sosial paling rentan, termasuk para migran, perempuan, kelompok etnis yang didiskriminasi, kelompok minoritas dan masyarakat adat, kata Ban.

Sudah 64 tahun sejak 1949, Majelis Umum PBB mengeluarkan Konvensi tentang Pemberantasan Pedagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur. Namun praktik itu masih terjadi, yaitu dalam bentuk perbudakan moderen, perdagangan manusia, eksploitasi seksual, pekerjaan buruk pada anak-anak, kawin paksa dan ekploitasi anak digunakan dalam konflik bersenjata.

PBB Menyerukan setiap negara agar memastikan dunia bisnis tidak menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap bentuk-bentuk perbudakan kontemporer di tempat kerja dan rantai pasokan mereka.

Kesenjangan Ekonomi

Presiden Majelis Umum PBB, John Ashe, mengatakan, perbudakan modern merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. "Sebagian besar mereka yang menderita adalah yang paling rentan dan terpinggirkan dalam masyarakat," kata dia.

Dia menyebutkan, tiap tahun, ratusan ribu pria, wanita dan anak-anak yang diculik dan dijual ke perbudakan melintasi perbatasan internasional. Perdagangan manusia adalah masalah global yang besar dan mempengaruhi hampir semua negara.

"Kegiatan yang tidak manusiawi ini berkembang karena kesenjangan ekonomi  antara bangsa-bangsa, meningkatkan arus tenaga kerja dan komoditas melintasi perbatasan internasional dan jaringan kejahatan transnasional terorganisasi,” kata Ashe.

Dia menyerukan agar dihentikan dengan mempromosikan masyarakat inklusif, dan mengakhiri segala bentuk diskriminasi.

Indeks Perbudakan

Global Slavery Index 2013 dikeluarkan Walk Free Foundation yang berbasis di Australia. Dalam laporannya  menyebutkan sepuluh negara yang paling parah dalam praktik perbudakan atau pelanggaran terburuk adalah Mauritania, Haiti, Pakistan, India, Nepal, Moldova, Benin, Pantai Gading, Gambia, dan Gabon.

Negara dengan jumlah terbanyak orang yang diperbudak ada di India (13,95 juta),  China  (2,95 juta), Pakistan (2,127 juta),  Nigeria  (701 ribu), Ethiopia (651 ribu), Russia (516 ribu), Thailand (473 ribu), Kongo (462 ribu), Myanmar (384 ribu), dan Bangladesh (343 ribu).

Dalam laporan tersebut, Indonesia berada pada urutan 114 dengan jumlah orang yang hidup sebagai budak sebanyak 5.000 lebih. Sedangkan negara-negara dengan ranking terbaik dalam indeks ini adalah Denmark, Finlandia, Luksemburg, Norwegia, Swedia, Swiss,  Selandia Baru, Inggris, Irlandia dan Islandia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home