Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 17:51 WIB | Senin, 23 Mei 2016

Perdamaian Afganistan dan Pemimpin Taliban

Pemimpin Taliban, Mullah Mohammed Omar, (kiri) diberitakan telah tewas pada 2013, dan Mullah Mohammad Mansoor yang tewqas oleh serangan done AS pekan lalu. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM – Pemimpin kelompok pemberontak Taliban Afganistan, Mullah Akhtar Mohammad Mansoor, tewas bersama sejumlah pengikutnya di wilayah perbatasan antara Pakistan dan Afganistan.

Berita yang beredar hari Minggu (22/5) itu disebutkan sebagai serangan oleh Amerika Serikat yang menggunakan pesawat tanpa awak (drone) yang menargetkan Mullah Mansoor. Taliban di Afganistan dan Pakistan memang terus menjadi target bagi AS dan Afganistan, terkait serangan kelompok ini pada pasukan pemerintah Afganistan dan AS di sana.

Alasan yang digunakan AS untuk menghabisi pemimpin Taliban ini adalah karena di menjadi faktor penghambat proses perdamaian dan rekonsiliasi di Afganistan. Mullah Mansoor disebutkan selalu melarang pemimpin Taliban hadir dalam proses perundingan dengan pemerintah.

Di sisi lain kelompok ini terus melancarkan serangan terhadap pemerintah, polisi dan militer. Dan situasi yang kacau itu juga tak pelak memakan banyak korban. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa AS juga dituding melakukan serangan pada rumah sakit di Kunduz yang dikelola oleh relawan kesehatan MSF, dan dikecam secara luas.

Taliban dan Perang di Afganistan

Mullah Mansoor adalah pemimpin Taliban menggantikan pendiri kelompok ini Mullah Mohammad Omar. Kehidupan Mullah Omar dipenuhi banyak misteri, termasuk sejak pemerintahan Taliban diusir pada tahun 2001. Berita tentang dia simpang-siur, apakah dia sudah meninggal atau dalam keadaan kritis. Bagi kebanyakan warga Afganistan juga tidak banyak yang tahu dan pernah melihat pemimpin Taliban ini.

Mullah Omar dikenal sebagai dekat dengan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Landen, dan diduga terlibat dalam serangan ke World Trade Center, New York, pada September 2001. Osama diberitakan tewas dalam serangan di Abbottabad, Pakistan pada Mei 2011.

Di bawah Mullah Omar, hukum Islam diterapkan secara ketat, termasuk hukuman mati bagi pelaku zinah dan orang yang pindah agama ke agama lain. Dia juga yang memerintahkan penghancuran peninggalan sejarah yang penting berupa patung-patung Buddha kuno di Bamiyan, Afganistan.

Kepemimpinan Taliban pada 2015 diambil oleh Mullah Mansoor. Pada tahun itu di bulan Juli, Pemerintah Afganistan juga mengkonfirmasi bahwa Mullah Omar telah tewas pada tahun 2013.

Kepemimpinan Mansoor membangkitkan kembali serangan Taliban ke pemerintah dan pasukan koalisi Barat. Bahkan organisiasi afiliasi mereka di Pakistan melakukan serangan terhadap warga sipil dan menimbulkan masalah keamanan, termasuk serangan ke seklolah dan kelompok penganut agama lain.

Taliban telah berpuluh tahun terlibat dalam perang. Mereka menghadapi Rusia (Uni Sovyet) dan dibantu oleh AS. Namun pemerintahan Taliban yang sektarian menyebabkan mereka digulingkan pada  2001, dan mendorong berhadapan dengan AS yang mendukung pemerintah yang moderat. Hingga sekarang mereka dinilai sebagai ancaman keamanan dan pemulihan negara Afganistan.

Pemimpin Perang Atau Perunding

Setelah Osama bin Landen tewas, kemudian Mullah Omar juga dikonfirmasi tewas, dan Minggu lalu Mullah Mansoor, apakah perdamaian di Afganisatan segera menemukan jalan yang lebih lapang dan datar? Apakah perundingan damai antara pemerintah Afganistan dan Taliban segera bisa dimulai?

AS dan pasukan Afganistan melihat peluang itu dengan menghabisi Mullah Mansoor, suatu jalan yang terlihat paradoksal: membangun jalan perdamaian melalui kekerasan dan pembunuhan. Bagaimana jika hasilnya justru bangkitnya perlawanan senjata yang lebih keras?

Nama-nama yang disebut sebagai pengganti Mullah Mansoor, tampaknya masih bergairan dengan letusan senjata api. Komandan gerilyawan Taliban, Sirajuddin Haqqani diketahui memimpin sejumlah serangan di Kabul. Kemudian ada Mullah Mohammad Yaqoob, anak Mullah Omar, dan dua nama lain adalah mantan tahanan Guantanamo, Mullah Abdul Qayyum Zakir, dan Mullah Sherin.

Tapi itu mungkin mencerminkan kelelahan (kalau bukan frustrasi) atas upaya perdamaian yang coba dilakukan. Sebab, terlihat sangat miskin argumentasi untuk melihat celah proses perdamaian di mana Taliban juga berlumuran darah dalam berbagai serangan dan aksi terorisme.

Yang terlihat selama ini, kontak yang terjadi dengan kelompok ini lebih banyak dengan suara senjata api, ketimbang dialog, dan menjadi berita yang rutin di dunia. Dampak dari situasi ini, adalah Afganistan terus menjadi sumber pengungsi yang terbesar di dunia, dan posisinya baru digeser oleh Suriah yang dilanda perang mengerikan dalam lima tahun ini.

Perdamaian hanyalah mungkin ketika para pihak mau mengunci dan meletakkan senjata, serta menawarkan kepercayaan untuk dialog. Tanda-tanda hal itu yang tampaknya belum ditemukan di Afganistan, bahkan setelah Mullah Mansoor dikubur, jika Taliban akhirnya memilih pemimpin perang. Akan lain jalannya jika mereka memilih pemimpin perunding. Tapi siapakah dia?


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home