Loading...
INSPIRASI
Penulis: Suyito Basuki 01:00 WIB | Kamis, 24 April 2014

Pertunjukan Wayang Kulit

Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Kadang saya memainkan pertunjukan wayang kulit.  Saat gamelan mulai talu, tanda pertunjukan akan segera dimulai, saya segera beranjak, duduk bersila menghadap layar.  Saya perhatikan anak wayang yang diatur berjajar rapi di layar.  Saya amati juga anak wayang yang berada di dalam kotak dan yang ada di sebelah kanan saya yang diatur ”tidur” rapi di atas eblek.  Semua anak wayang siap dimainkan sesuai dengan lakon yang ada.  Alur atau plot secara pakem sudah jelas.  Anak wayang akan mulai dimainkan mulai pathet 6 ke pathet 9, dan selanjutnya berakhir pada pathet manyura.  Ketika pertunjukan dimulai, itu berarti sebagai dalang saya juga berpikir bagaimana pertunjukan nanti  harus diakhiri.

Tidak saja pada pertunjukan wayang kulit, tetapi sesungguhnya apa pun yang ada di dunia ini ada masa-masa ”dimulai’ dan ada pula masa-masa ”diakhiri”, termasuk kehidupan seorang manusia di dalamnya.  Manusia lahir dan kemudian mati.  Jika segala sesuatunya sudah berakhir, pertanyaannya: bagaimana manusia seharusnya menjalani kehidupannya di dunia ini?

Kita menjadi terheran-heran dengan kasus-kasus yang terjadi di negeri ini.  Korupsi, meski diakui menjadi biang keladi kemiskinan dan kebobrokan moral, tetapi tetap saja hingar bingar dilakoni.  Contoh kasus: Akil Mochtar, mantan ketua MK, yang memiliki komitmen memberantas korupsi, malah dia sendiri yang terancam dijebloskan penjara karena melakukan korupsi.  Sungguh ironis.

Panggung politik nasional, saat ini juga mempertontonkan para tokoh politik yang ingin duduk di lembaga legislatif dan juga eksekutif, mempertaruhkan segala yang ia miliki.  Terbetik kabar, manakala harapan menjadi calon legislatif pudar, para calon menjadi stres dan melakukan tindakan yang lucu kepada para konstituennya.  Bayangkan, seorang caleg yang hampir pasti tidak jadi, meminta konstituennya yang ia tengarai tidak nyoblos gambarnya, disuruh mengembalikan sumbangan tabung gas yang ia berikan, atau ada juga yang meminta konstituen mengembalikan uang yang telah diberikan.

Kejadian aneh-aneh, tampaknya akan berlangsung terus di negeri ini.  Demi kekuasaan, harta benda, idealisme dan lain-lain, orang mau melakukan apa saja.  Kecuali, ada kesadaran penuh, bahwa segala sesuatunya akan berakhir.  Tidak selamanya manusia bakal hidup terus di dunia ini.  Hidup manusia sesungguhnya tak ubahnya seperti pentas wayang kulit: ada masanya pertunjukan dimulai, ada waktunya pula pertunjukan bakal diakhiri.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home