Loading...
BUDAYA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 16:19 WIB | Selasa, 31 Mei 2016

Perupa RB Ali Gelar Pameran Keenam Bertajuk “Tembang Sunyi”

Pameran "Tembang Sunyi" RB Ali. (Foto: PR)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Berangkat dari rasa kagum terhadap sejumlah tokoh politik di Indonesia, perupa RB Ali akan menggelar pameran tunggal keenamnya yang bertajuk “Tembang Sunyi” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

Ali mengatakan pameran lukisannya ini bukanlah kampanye politik praktis, meskipun terdapat sejumlah tokoh yang sangat diperhitungkan di dalam kalkulasi politik.

“Dua di antara mereka yang saya lukis adalah Ibu Risma pemimpin daerah Surabaya dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) Gubernur DKI Jakarta. Kedua tokoh populer tersebut tampil di dalam dua kanvas besar berbentuk lukisan potret,” kata Ali, dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, hari Selasa (31/5).

Pameran tunggal yang akan berlangsung selama delapan belas hari dari tanggal 3-20 Juni 2016 itu menyuguhkan pula lima tokoh lain yang masih menyita perhatian masyarakat, diantaranya adalah empat tokoh dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Bambang Widjajanto, Antasari Azhar, dan Novel Baswedan. Seorang lagi ialah Munir, tokoh pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang tewas diracun di dalam perjalanan udara ke Negeri Belanda, tempat ia akan melanjutkan pendidikannya.

Menghadirkan ketujuh tokoh ini merupakan pemenuhan obsesi sang perupa. Kanvasnya sekaligus berperan sebagai media dokumentasi sosial, mencatat peristiwa penting di dalam sejarah kontemporer Indonesia.

“Saya ingin mewujudkan respon kebudayaan atas berbagai gejala perubahan di dalam masyarakat yang tersimpul pada kiprah para pemimpin wilayah ini. Keduanya membawa perubahan yang cukup besar dan mendasar, selain perubahan fisik juga perbaikan yang tidak kasat mata berupa lebih bagusnya pelayanan atas kebutuhan warga masyarakat,” ujar Ali.

Bagi Ali, ini saat yang tepat untuk menampilkan karya-karya potret tokoh publik tersebut ke tengah masyarakat di dalam pameran tunggalnya. Ia percaya akan adanya semacam pola waktu atau siklus “muncul-tenar-redup” yang menimpa semua orang, karena itu di samping soal seni ia juga merasakan kebutuhan untuk merekam dan mencatat gejala sosial budaya yang menarik ini.

“Membaca nama-nama tersebut akan memantik ingatan atas berbagai peristiwa yang terkait dengan mereka, dan semuanya adalah tentang kebenaran,” katanya.

Lukisan potret di dalam perjalanan kesenian Ali boleh dilihat sebagai semacam “penyimpangan” dari apa yang selama ini diduga merupakan arus utama penciptaannya.

“Puluhan karya-karya saya sebelumnya banyak bergelut dengan aspek-aspek formal perupaan,” tutur Ali.

Lukisan itu dirancang oleh Ali dan eksekusinya dilakukan bersama teman-temannya kelompok Palang Pintu yang berisikan karikatur kehidupan masyarakat saat ini yang saling tidak mendengar. Hal itu tentu terkait dengan tajuk pameran “Tembang Sunyi”.

“Perhatikan paradoks yang terkandung di dalam paduan dua kata tersebut. Tembang selalu berasosiasi dengan bunyi, sedangkan sunyi mengandaikan nir-suara. Bagaimana kalau sebuah tembang tanpa suara? Mungkinkah sebuah tembang menjadi tembang kalau tidak (boleh) ada suara yang terdengar? Akan lebih banyak lagi pertanyaan dan renungan yang bisa diperoleh lewat menonton pameran ini,” ia menambahkan.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home