Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 12:34 WIB | Kamis, 05 Desember 2019

Politisasi SARA Mengakibatkan Konflik Masyarakat

Pesan Sidang Ke-28 Sinode GKJ di Magelang
Para moderamen dalam Sidang Sinode ke-28 GKJ di Magelang (2-6/12). (Foto: panitia sidang)

MAGELANG, SATUHARAPAN.COM - Kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, salah satu di antaranya adalah politisasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang menyebabkan agenda politik seringkali dipahami sebagai upaya mencapai kekuasaan semata.

Dalam realita proses berpolitik, untuk meningkatkan elektabilitas, seringkali menggunakan politisasi SARA yang berakibat ada meningkatnya sektarianisme dan melemahkan daya rekat masyarakat, serta berujung pada konflik SARA.

Hal itu adalah bagian dari pesan yang dikeluarkan oleh Sidang Sinode ke-28 Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ), hari Kamis (4/12) di Magelang, Jawa Tengah.

Sidang dihadiri oleh utusan dari 32 klasis, dan sinode Gereja sahabat, berlangsung dari hari Senin (2/12) hingga Jumat (6/12).

Pesan Sidang Sinode GKJ juga menyerukan pada warga gereja untuk “mengembangkan spiritualitas kehadiran gerejawi yang ramah terhadap keberbagaimacaman SARA,” kata pernyataan berjudul “Kewarganegaraan Yang Kreatif” yang ditandatangani antara lain oleh Ketua Moderamen, Pdt. Novembri Choeldahono.

Berikut ini adalah pesan siding selengkapnya.

Kewarganegaraan yang Kreatif

Pesan Sidang Sinode XXVII Gereja-gereja Kristen Jawa

Sidang Sinode GKJ adalah persidangan Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) yang dihayati sebagai pesta iman. Sidang Sinode XXVIII ini dilaksanakan dalam dua tahap; tahap pertama berlangsung di Salatiga, 29-30 Oktober 2019 dan tahap kedua di Magelang. 2-5 Desember 2019. Sidang Sinode XXVIII mengusung tema : ”Hidup Bersama dalam Keluarga Allah”. Sub tema : ”Creative Citizenship (Kewarganegaraan Kreatif) Sebagai Dasar GKJ Mengembangkan Kehidupan Persaudaraan dalam Bingkai Ke-Indonesia-an”.

Melalui tema ini, GKJ menghayati dirinya sebagai rumah bersama bagi setiap warganya dalam kepelbagaian corak spiritualitas. GKJ juga menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa dirinya merupakan bagian dari rumah yang lebih besar yaitu Indonesia. Indonesia merupakan rumah bersama bagi seluruh anak bangsa dan lingkungan alamnya. Dalam kesadaran inilah, gereja dipanggil untuk hadir bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

Sub tema mendorong gereja untuk hadir dan berpartisipasi di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara secara kreatif. Beberapa tantangan yang saat ini perlu mendapat perhatian: 1) Pluralitas. 2) Politisasi Sara. 3) Ketidakadilan. 4) Krisis ekologi. 5) Perlambatan pertumbuhan ekonomi. 6) Perkembangan teknologi informasi. Gereja dipanggil untuk hadir dan ambil bagian bersama dengan seluruh anak bangsa dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut. John Stott mengungkapkan : ”Jika daging itu membusuk, jangan salahkan dagingnya… Ke mana garamnya?”

Semangat gereja dalam menjawab tantangan berbangsa dan bernegara didasarkan pada refleksi firman: 1) Selalu ada harapan, tersedia berkat-Nya dan undangan untuk semua berpartisipasi (2 Petrus 1:1-11). 2) Gereja dipanggil untuk menjadi pelayan-pelayan perdamaian, yang menyampaikan berita perdamaian dan mewujudkan sikap hidup dengan etika perdamaian (2 Korintus 5:18-19).

Dari penghayatan seperti yang dipaparkan di atas, Sidang Sinode XXVIII GKJ menyampaikan pesan-pesan, yaitu:

  1. Pluralitas

Pluralitas adalah anugerah dan kekayaan yang harus kita rawat dan hidupi. Bertolak dari realitas yang ada, disadari bahwa ada berbagai tantangan pluralitas, di antaranya: kecurigaan, konflik, dan semakin maraknya tindakan intoleransi dalam berbagai bentuk dan diberbagai lini kehidupan di Indonesia. Di tengah tantangan tersebut, gereja dipanggil secara kreatif untuk: 1) Menggelorakan praktik hidup yang toleran. 2) Mengembangkan kerja sama lintas iman di semua lini. 3) Mengembangkan pendidikan inklusif baik dalam pembinaan warga gereja dan pendidikan formal.

  1. Politisasi SARA

Cita-cita mulia dari politik adalah kesejahteraan bersama dengan cara mengatur kehidupan bersama. Politik sering kali dipahami sebagai upaya mencapai kekuasaan semata. Dalam realita, proses berpolitik di Indonesia untuk meningkatkan elektabilitas sering kali menggunakan politisasi SARA yang berakibat pada meningkatnya sektarianisme, melemahnya daya rekat dalam masyarakat yang berujung pada konflik SARA. Di tengah situasi itu, GKJ dipanggil untuk: 1) mengambil bagian dalam program-program pendidikan politik, 2) mengembangkan spiritualitas kehadiran gerejawi yang ramah terhadap keberbagaimacaman SARA, 3) berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam setiap pesta demokrasi, 4) memperkuat pemahaman kebangsaan untuk melawan praktik politisasi SARA.

  1. Ketidakadilan

Setiap manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah yang memiliki martabat yang setara. Dalam realitanya, terjadi ketimpangan relasi kerena penyalahgunaan kewenangan. Kelompok-kelompok yang rentanlah yang lebih mengalami ketidakadilan itu, di antaranya: anak, perempuan, penyandang disabilitas, kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda, orang miskin, dan kelompok rentan lainnya. Menghadapi realitas tesebut, GKJ dipanggil untuk: 1) membangun komunitas gereja yang ramah terhadap anak dan memenuhi empat hak anak (hak hidup, hak bertumbuh dan berkembang, hak berpartisipasi, dan hak mendapat perlindungan), 2) memberikan ruang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam semua aras, 3) membangun komunitas gereja yang ramah terhadap para penyandang disabilitas dan memberi ruang untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, 4) melawan berbagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok rentan, 5) peduli pada penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta keadilan.

  1. Krisis Ekologi

Tuhan menciptakan alam semesta baik adanya. Manusia ditempatkan sebagai bagian dari alam dan dipanggil untuk memelihara serta mengelola alam. Kenyataannya, manusia menempatkan alam hanya sebagai obyek untuk memenuhi keinginannya. Akibatnya, berbagai krisis ekologi, karena tindak ekploitatif, terjadi dalam berbagai bentuk. Dalam situasi krisis ekologi, GKJ dipanggil untuk: 1) mengembangkan spiritualitas hidup keugaharian (cukup bagi semuanya) untuk melawan sikap serakah, 2) mengembangkan teologi ekologi dan membangun gereja yang ramah terhadap lingkungan, 3) merawat dan mengembangkan spiritualitas hamemayu hayuning bawana.

  1. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Dampak gejolak ekonomi global telah mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Semua sektor akan mengalami kelambatan pertumbuhan dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam situasi seperti ini, GKJ dipanggil untuk: 1) menghidupi etika Kristen terkait kerja keras, gaya hidup sederhana, dan entrepreneurship 2) gereja, bersama dengan masyarakat, mengembangkan potensi-potensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.

  1. Perkembangan teknologi informasi

Perkembangan teknologi informasi seperti gelombang yang berjalan dengan cepat dan sangat tidak terduga. Dalam perkembangan teknologi informasi ini, GKJ dipanggil untuk: 1) merespons perkembangan teknologi informasi secara positif dan memanfaatkan untuk pengembangan dan pembinaan gereja, 2) melibatkan kaum muda dan milenia untuk berpartisipasi dalam kehidupan bergereja, termasuk dalam pengambilan keputusan, 3) mengembangakan sikap berteologi yang cair (Liquid Church), komunikatif dan terbuka atas hal-hal baru, 4) membangun kehidupan gereja yang lintas generasi (intergenerasional).

Demikian pesan dari Sidang Sinode XXVIII GKJ, Magelang, 5 Desember 2019

Moderamen Sidang Sinode XXVIII GKJ : Pdt. Novembri Choeldahono, Pdt. Siswo Pranoto, Pdt. Kristi, Pdt. Retno Ratih Suryaning Handayani, Pdt. Gladis Yunia D.A

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home