Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 20:41 WIB | Senin, 22 September 2014

Rakyat Berdebat Soal Pilkada, Ke Mana KPU dan Bawaslu?

(Dari kiri ke kanan) Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Girindra Sandino, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, Rohaniawan dan Pegiat Sosial, Romo Benny Susetyo. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mempertanyakan di tengah perdebatan rakyat tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada, kemana penyelenggara negaranya, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hal itu  ia ucapkan saat memberikan keterangan pers di Menteng Huis, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/9). Lebih lanjut Lucius mengatakan bahwa dirinya telah mendapatkan informasi, bahwa hampir semua anggota KPU dan Bawaslu sedang berada di luar negeri, dengan alasan evaluasi pelaksanaan pemilu.

“Pantas mereka tidak menanggapi karut marut soal pelaksanaan pilkada,” sesal Lucius.

Hal ini sangat miris menurut Lucius, karena seolah-olah KPU dan Bawaslu tidak merasakan perdebatan publik terhadap RUU Pilkada ini.

Di publik, orang mengkritik dengan keras soal biaya pemilu yang tinggi, tetapi penyelenggaranya tetap saja pergi ke luar negeri.

“Total biaya yang mereka pakai saja mencapai Rp 6 triliun selama satu tahun, tetapi yang dihasilkan tidak ada, kecuali yang kita ketahui adalah agenda jalan-jalan ke luar negeri mereka, bahkan ricuh pilpres di Hong Kong kemarin luput dari perhatian mereka,” tegas Lucius.

Kendati demikian, ia berharap dari 560 anggota DPR ini dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di akhir masa tugasnya untuk meninggalkan legasi kepada bangsa dengan menolak RUU Pilkada ini.

“Saya kira ada contoh Wanda Hamidah dan Ahok dengan prinsipnya mengatakan tidak pada partainya, dalam rangka mendukung pilkada langsung ini,” ujar dia.

Catatan legislasi selama lima tahun hanya menghasilkan 50 undang-undang dari program legislasi nasional (prolegnas), dan itu adalah jumlah yang sangat kecil dalam waktu lima tahun dengan jumlah anggota 560 yang diberikan fasilitas super mewah. 50 UU ini pun banyak yang pasalnya dibatalkan di MK.

“Produktivitas DPR di bidang legislasi saja rendah, apalagi jika harus ditambah memilih kepala daerah yang notabene harus melawan aspirasi publik,” pungkasnya.

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home