Loading...
SAINS
Penulis: Fransiska Sari Indah 07:27 WIB | Kamis, 15 Agustus 2013

Regulasi Lemah, Korupsi Kehutanan Semakin Mengakar

Regulasi Lemah, Korupsi Kehutanan Semakin Mengakar
Kondisi hutan perkebunan kelapa sawit di Indonesia (foto-foto:hrw.org)
Regulasi Lemah, Korupsi Kehutanan Semakin Mengakar
Foto satelit kebakaran hutan Sumatera, Indonesia yang bergerak ke arah timur menuju selatan Malaysia dan Singapura pada tanggal 29 Juni 2013

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Korupsi pemerintah pada sektor kehutanan di Indonesia akan berdampak bagi  kelangsungan hidup manusia serta lingkungan. Pembukaan lahan baru serta perluasaan perkebunan kelapa sawit serta adanya kabut asap akibat pembakaran hutan merupakan salah satu pelanggaran hak asasi.

Lembaga pemantau hak asasi manusia,  Human Rights Watch, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengkritik regulasi pemerintah Indonesia mengenai  masalah kehutanan. Lembaga ini menilai pelaksanaannya masih sangat lemah. Mereka menemukan kasus pembalakan liar dan kesalahan manajemen kehutanan yang mengakibatkan kerugian pemerintah Indonesia sebesar tujuh milyar dolar AS pada tahun 2007 dan 2011.

Indonesia baru-baru ini mereformasi hukum untuk mengatasi  beberapa masalah kehutanan serta berkoar tentang kebijakan kehutanan sebagai  bentuk pertumbuhan hijau yang berkelanjutan.  Tetapi sejauh ini masih banyak kasus penebangan hutan yang menyebabkan biaya artifisial yang rendah. Kebijakan mengenai zero burning atau moratorium pembukaan lahan hutan dengan membakar saat ini belum terlihat jelas dan memadai.

Menurut keterangan Wakil Direktur Human Right Watch, Joe Saunders adanya kabut asap merupakan bukti nyata adanya kerusakan hutan akibat kegagalan Indonesia dalam mengelola hutan secara efektif. Lemahnya penegakkan hukum, sistem manajemen yang tidak baik dan adanya korupsi hal tersebut merupakan faktor yang dapat melemahkan kemajuan pengelolaan hutan di Indonesia serta dapat menimbulkan kerugian miliar dolar per tahunnya.

Kabut asap menyebabkan begitu banyak penderitaan bagi negara tetangga Indonesia dan hal tersebut dapat menyebabkan Indonesia dianggap sebagai penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, mengumumkan pada tanggal 26 Juli 2013 lalu berminat berinvestasi untuk kehutanan di luar negeri guna memerangi permasalahan perubahan iklim. Namun jika tidak ada perbaikan dari regulasi pengelolan kehutanan dari pemerintah Indonesia, maka  investasi sebesar apapun oleh masyarakat internasional tidak akan membawa perubahan yang signifikan dalam status quo tersebut.

Masih Jauh dari Harapan

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mereformasi pengelolan kehutanan guna mengatasi ketidakberesan pengelolan hutan dan korupsi termasuk sistem sertifikasi legalitas kayu, kebebasan informasi hukum, tetapi hal tersebut masih jauh dari harapan.

Menurut data Human Rights Watch, pada tahun 2011 silam Indonesia mengalami kerugian sebesar dua miliar dolar AS, hal tersebut dapat melumpuhkan kemampuan Indonesia untuk menyediakan layanan dasar bagi penduduknya.

Masyarakat hutan di Indonesia antara lain kelompok-kelompok termiskin yang paling merasakan dampak dari kerusakan hutan tersebut. Banyak masyarakat telah diakui haknya secara konstitusional untuk menggunakan tanah dan hutan sebagai bentuk kompensasi atas kerugian yang dialami oleh mereka. Tapi dalam sertifikasi legalitas hutan tersebut tidak membahas apakah penggunaan kayu hutan melanggar hak-hak masyarakat atas tanah dan hutan.

Menurut HRW, meningkatnya permintaan lahan untuk memperluas lahan perkebunannya tampaknya dapat memicu konflik perebutan lahan tanah. Masalah terbesar terjadi di Sumatera, di mana perkebunan pulp dan kelapa sawit di sana sering diklaim milik masyarakat lokal.

Masalah tersebut merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam mematuhi peraturannya sendiri serta dalam menetapkan konsesi lahan hutan yang diklaim oleh masyarakat yang merupakan bentuk  tanggung jawab terhadap perusahaan ketika melanggar perjanjian kompensasi yang telah ditetapkan secara hukum yang menyebabkan eskalasi perselisihan.

Contohnya adalah eskalasi sengketa tanah perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Mesuji Sumatera Selatan yang menyebabkan bentrokan antara penduduk lokal dengan perusahaan. Dari kasus perebutan lahan tersebut menewaskan dua petani lokal dan tujuh staf perusahaan.

Pada bulan Mei silam, Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa praktik pemerintah yang mengalokasikan konsesi tanah adat adalah bentuk inkonstitusional. Namun, tata kelola hutan saat ini tidak akuntabel, tidak adanya partisipasi dan pengawasan yang memadai dalam mengidentifikasi dan mendaftarkan hak terhadap hutan yang bersifat menguntungkan dan bisa menghasilkan.

Selanjutnya, daripada pemerintah mengatasi penyebab sengketa tanah tersebut, pemerintah seharusnya memperluas potensi keterlibatan militer dalam upaya untuk memulihkan ketertiban sengketa tersebut.

Seharusnya pemerintah memberlakukan pembatasan akses informasi mengenai konsesi hutan dan klaim lahan. Menurut human rights watch, tanpa adanya tindakan tegas dari pemerintah untuk memperkuat informasi, pengawasan dan penegakan hukum maka akan memperburuk sektor kehutanan Indonesia. (hrw.org)

 

 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home