Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 14:19 WIB | Minggu, 12 Januari 2014

Sampah Jakarta: Ciptakan Sistem Pengelolaan Sampah Modern, PRT Dididik

Sampah Jakarta: Ciptakan Sistem Pengelolaan Sampah Modern, PRT Dididik
Antrian truk Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan sekitarnya yang akan bongkar muatan sampah di TPST Bantar Gebang Bekasi, Jawa Barat. (Foto-foto: Melki Pangaribuan)
Sampah Jakarta: Ciptakan Sistem Pengelolaan Sampah Modern, PRT Dididik
Koordinator Gerakan Hidup Bersih dan Sehat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Al. Andang L. Binawan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dosen STF Driyarkara Jakarta, Dr. Al. Andang L. Binawan menilai, sistem pengelolaan sampah Pemerintah Indonesia mesti diciptakan lebih modern, mulai dari hulu hingga hilir, termasuk mendidik pekerja rumah tangga (PRT) guna mengatasi persoalan sampah di DKI Jakarta.

“Sistem yang dibuat pemerintah belum jelas. Sistemnya masih sangat tradisional, hanya dibuang dari murah tangga, diangkut oleh dinas kebersihan, lalu dibuang ke TPST. Sistemnya masih kacau,” kata Andang Binawan kepada satuharapan.com di Gedung Karya Pastoral KAJ, Katedral, pada Sabtu (11/1) di Jakarta.

Andang Binawan mencontohkan, pemilahan sampah “menaruh dan memilah” sampah organik dan non organik dapat dijadikan sistem modern. Dia mengharapkan sistem itu dilaksanakan setiap hari dan mulai diterapkan dari setiap rumah tangga.

“Sistem yang bagus contohnya, sampah-sampah sudah dipilah dari rumah. Lalu sampah organik dibuang setiap hari, sedangkan sampah non organik dibuang tiga hari sekali. Itu kan sistem. Nah, sekarang sistemnya tidak ada, masih sangat tradisional dan masih kacau,” kata Koordinator Gerakan Hidup Bersih dan Sehat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) itu.

Sarana Prasarana

Andang Binawan menyoroti sarana prasarana pengelolaan sampah yang masih kurang di tempat atau daerah padat penduduk. “Di tempat-tempat yang padat penduduk, bagaimana orang mengelola sampah kalau sarana dan prasananya kurang? Rata-rata sampah ya di buang begitu saja,” kata dia.

Kemudian, kata dia, kesadaran dan pendidikan manusia terhadap sampah masih menjadi persoalan. Andang Binawan melihat, pekerja rumah tangga dan ibu-ibu rumah tangga begitu kurang dalam mengelola sampah di perumahan-perumahan.

“Meskipun majikannya mempunyai pendidikan tinggi di luar negeri dan memiliki kebiasaan mengelola sampah di luar negeri sangat bagus. Tapi begitu pulang di Indonesia dia tidak bersentuhan dengan sampah melainkan PRTnya. Nah PRTnya yang mesti dididik,” kata aktivis go green itu.

Selain itu, lanjut Andang Binawan, mengenai persoalan sampah berkaitan erat dengan “selera manusia”. Menurut dia, semakin seseorang terbiasa melihat sampah maka kesadarannya akan kebersihan semakin rendah. “Lalu melihat sampah menjadi wajar-wajar saja. Ini berkaitan dengan pendidikan. Maka salah satu caranya dengan hukum,” kata aktivis itu yang kerap bekerja sama dengan Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Ciptakan Sistem Modern

Melihat persoalan di atas, Andang Binawan mengharapkan, Pemerintah Indonesia, khususnya DKI Jakarta dapat menciptakan sistem yang baik. “Mulai dari hulu hingga ke hilir, termasuk sistem penerapan, pendidikan, SDM, dan pembiasan menaruh dan memilah sampah. Hingga akhirnya di hilir dapat mengelola dan mendaur ulang sampah. Sistemnya harus modern,” kata lulusan Doktor Filsafat Seminari Tinggi itu.

Andang Binawan menyarankan, sistemnya diatur mulai dari rumah tangga hingga ke hilir. Dia mencontohkan, penggunaan kantong sampah di luar negeri yang dibagi jenis pemakaiannya. “Misalnya saja, mulai dari kantong hitam dengan harga yang termahal, hingga kantong kertas yang murah harganya. Pemakaian kantong plastik sangat ketat dan hanya di jual di toko-toko tertentu saja,” kata fasilitator penyadaran kebersihan itu.

"Kantong plastik hitam itu untuk apa saja dan boleh ditaruh di depan rumah setiap hari. Tapi itu harganya paling mahal,” kata dia menambahkan.

Menurut Andang Binawan, bila orang mau memilah sampah dapat dibedakan antara organik dan non organik melalui jenis dan warna kantong sampah. “Jadi kantong yang hijau untuk organik, cokelat untuk yang non organik dan biru untuk kaleng. Nah, itu masing-masing sampahnya dikontrol, yang organik dan kantong yang hitam dikontrol setiap hari. Sedangkan kantong non organik seminggu hanya dua kali atau tiga hari sekali dan untuk yang kaleng seminggu sekali harus dikontrol,” kata dia mencontohkan sistem pemilahan sampah.

“Reward atau pahalanya, kalau kamu mau memilah maka kantongnya lebih murah. Kalau kamu tidak mau memilah maka kantongnya lebih mahal. Nah sistemnya itu terjadi apabila pemilahan dilakukan dengan baik. Misalnya, kantong biru yang berisi kaleng jika di kantong itu ada sisa nasi, maka tidak akan diambil oleh petugas kebersihan,” kata Andang Binawan yang optimis sistem itu dapat diterapkan di Indonesia. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home