Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 12:18 WIB | Kamis, 14 April 2016

Secang, Berkhasiat Obati Osteoporosis

Kayu secang (Caesalpinia sappan, L). (Foto: jogja.antaranews.com)

SATUHARAPAN.COM – Ingat secang, ingat wedang. Minuman hangat ini kini disajikan di kafe-kafe gaul di Yogyakarta, atau di restoran di kota-kota besar yang menyajikan menu makanan Nusantara.

Secang memiliki paduan rasa sedikit asam dan segar. Untuk wedang, atau minuman, biasanya dibuat dengan menambahkan kapulaga dan jahe merah.

Secang  juga menjadi bahan penting wedang uwuh, minuman mirip “sampah”, mengingat semua bahan dimasukkan menjadi satu dalam wadah yang disajikan. Minuman khas Yogyakarta ini biasanya terdiri atas campuran secang, jahe, cengkeh, kayu manis, pala, kapulaga, serai, dan gula batu. Wedang uwuh disajikan panas atau hangat memiliki rasa manis, pedas dengan warna merah cerah dan aroma harum.

Namun, manfaat dan khasiat secang ternyata lebih besar daripada sekadar sebagai bahan wedang.

Secang, atau sepang, dengan nama ilmiah Caesalpinia sappan, L., adalah tumbuhan anggota suku polong-polongan (Fabaceae), yang dimanfaatkan kulit kayunya (pepagan) dan kayunya sebagai komoditi perdagangan rempah-rempah.

Secang, seperti dikutip dari wikipedia.org, adalah tumbuhan pohon perdu, yang dapat mencapai tinggi 10 meter. Batangnya memiliki tonjolan-tonjolan serupa gigir, dengan banyak duri. Kulit kayunya berwarna cokelat keabu-abuan, dan dapat mengeluarkan cairan kemerahan. Ranting-ranting biasanya memiliki duri-duri yang melengkung ke bawah.

Daun tumbuhan secang adalah daun majemuk, menyirip ganda. Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, seperti dikutip dari Antara, 27 Desember 2013, menyebutkan daun secang memiliki bentuk majemuk dengan panjang 40 cm, mirip daun petai cina.

Bunga-bunganya di dalam malai, di ujung batang atau di ketiak atas, dengan panjang 10-40 cm. Bunganya kuning, berbilangan 5, dengan kelopak gundul.

Buahnya polong, bentuk lonjong atau jorong asimetris, berwarna hijau kekuningan dan menjadi cokelat kemerahan jika masak. Bijinya berbentuk bulat panjang (elipsoida), berwarna cokelat hitam.

Asal-usul tumbuhan ini tidak diketahui dengan pasti. Tim peneliti dari Fakultas Farmasi UGM menyebutkan secang dapat tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut. Tumbuhan secang mudah dijumpai sebagai tumbuhan liar, namun sejak lama sudah dibudidayakan orang di wilayah India, Asia Tenggara, hingga Pasifik, terutama sebagai penghasil bahan pewarna dan juga bahan obat tradisional.

Berkaitan dengan persebaran itu pula, secang dikenal dengan berbagai nama. Di Jepang, secang dikenal dengan nama suou. Di Indonesia, secang dikenal dengan banyak nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), sapang, cacang (Minangkabau), sepang, secang (Betawi); secang (Sunda), kayu secang, soga jawa (Jawa), kajo sècang (Madura), cang (Bali), supa, supang (Bima), sapang (Makassar), sèpè (Rote), sèpèl (Timor), hapé (Sawu), hong (Alor), sawala, singiang, sinyianga, hinianga (aneka dialek di Maluku Utara), sunyiha (Ternate), roro (Tidore), sema (Manado). Sementara itu, nama secang dalam bahasa Inggris adalah sappanwood.

Kerabat dekatnya yang berasal dari Amerika Selatan adalah kayu brazil atau brezel (Caesalpinia echinata), yang juga dimanfaatkan untuk hal yang sama.

Manfaat dan Khasiat

Secara tradisional, tumbuhan secang dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami, bahan obat, dan pembuatan perkakas rumah tangga.

Kayu secang dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna bukan hanya untuk tekstil, namun juga makanan dan bahan kerajinan. Ahli botani Jerman yang bekerja di Hindia Timur pada masa penjajahan, Georg Eberhard Rumphius, mengutip dari wikipedia.org, mencatat bahwa "Lignum Sappan" ini pada masa lalu ditanam orang hampir di semua pulau di Nusantara. Kayu secang menjadi komoditas perdagangan antarbangsa hingga penghujung abad ke-19, setelah itu nilainya terus menurun akibat persaingan dengan bahan pewarna sintetik.

Kayu secang memiliki khasiat sebagai pengelat (astringensia). Kandungan utamanya adalah brazilin, yakni zat warna merah-sappan, asam tanat, dan asam galat. Brazilin dari kayu secang teruji secara ilmiah bersifat antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, anti-photoaging, hypoglycemic (menurunkan kadar lemak), vasorelaxant (merelaksasi pembuluh darah), hepatoprotective (melindungi hati) dan anti jerawat. Ekstrak kayu secang juga ditengarai berkhasiat anti-tumor, anti-virus, dan bersifat immunostimulan.

Pada 2013, tim mahasiswa Fakultas Farmasi UGM meneliti kayu secang sebagai agen antiosteoporosis non-genoktosik pada wanita menopause, dalam penelitian berjudul "Pengembangan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) sebagai Agen Antiosteoporosis yang Non-Genoktosik pada Wanita Post-Menstrual".

Hasil penelitian para peneliti itu memperlihatkan pemanfaatan kayu secang yang mengandung flavonoid sebagai kearifan lokal asli Indonesia bisa dijadikan solusi mengatasi osteoporosis pada wanita post-menstrual yang efektif dan aman.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home