Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 14:31 WIB | Kamis, 04 Februari 2016

Serangan pada HAM, Mega Krisis Abad Ke-21

Sekjen PBB, Ban Ki-moon menerima gelar doctor kehormatan dari Universitas Cambridge, Inggrtis, dalam bidang kemanusiaan, dan dukungan untuk hak-hak perempuan dalam upaya perdamaian dan keamanan global. (Foto: un.org)

CAMBRIDGE, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengatakan bahwa sekarang ini hak asasi manusia berada di bawah serangan besar yang dia sebut sebagai ‘’mega krisis’’ abad ke-21.

Dia mengatakan hal itu di Universitas Cambridge, Inggris ketika menerima gelar doktor kehormatan, hari Rabu (3/2). ‘’Hari ini, di banyak tempat dan dalam banyak hal, hak asasi manusia di bawah serangan atau telah rusak sepenuhnya,’’ kata dia.

Dia memperingatkan tentang kekacauan yang mendalam ini dan menyerukan dunia untuk beralih dari pola reaksi terhadap krisis ke budaya pencegahan dengan fokus pada universalitas hak asasi manusia.

"Menegaskan hak sendiri hanya salah satu bagian dari pertempuran. Mengakui hak asasi manusia orang lain itulah yang benar, sebuah ujian komitmen dan lebih keras,’’ kata dia seperti dirilis di situs PBB.

"Kami melihat hal ini pada kelaparan sengaja terjadi pada penduduk yang dikepung di Suriah; dalam perbudakan perempuan dan anak perempuan oleh Daesh (sebutan lain untuk Negara Islam Irak dan Suriah), kelompok Boko Haram dan ekstremis lainnya.

"Kami melihatnya di banyak tempat di mana pemerintah melawanpembela hak asasi manusia dan membatasi kebebasan media. Kita menyaksikan hal ini juga pada respon dunia terhadap krisis pengungsi," katanya.

Mengutip tentang tiga pilar Piagam PBB (perdamaian dan keamanan, pembangunan, dan hak asasi manusia ), Ban mengatakan, ‘’Di antara tiga pilar, pilar hak asasi manusia harus diberikan prioritas tertinggi, prioritas tertinggi," katanya.

Dia mengingatkan bahwa pada masa lalu masyarakat internasional tidak melakukan dengan memadai dalam mencegah kengerian di Kamboja, Rwanda, dan Srebrenica di Bosnia dan Herzegovina.

‘’Kita tahu bahwa diskriminasi berdasarkan etnis, agama atau garis pemisah lain berpotensi membakar konflik,’’ kata dia.

Impunitas Memperbesar Kekerasan

Dia juga menolak pernyataan bahwa pelanggaran hak asasi manusia oleh suatu negara sebagai melanggar Piagam PBB diartikan mencampuri urusan dalam negeri suatu negara.

"Kedaulatan tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi penghalang di belakang pemerintah yang dengan bebas melecehkan warga negaranya sendiri," tegasnya.

Kedaulatan tetap menjadi bagian dari batu pondasi  tatanan internasional. Tapi kedaulatan kurang dipandang sebagai dinding atau perisai melindunghi rakyat, kata dia. ‘’Impunitas hanya melahirkan kekerasan lebih besar. Ketidakpedulian hanya membuat dunia kita jauh dari aman. Kelambanan tetap ancaman terbesar. Kita harus menghadapi impunitas, ketidakpedulian, dan sikap tidak bertindak,’’ katanya.

Ban menegaskan, "Ini adalah waktu untuk berbuat lebih banyak menghentikan erosi sewenang-wenang dan brutal penghormatan pada hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional di daerah konflik di dunia.’’


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home