Loading...
BUDAYA
Penulis: Reporter Satuharapan 20:56 WIB | Minggu, 26 November 2017

Sosok Nyai Ontosoroh Tampil di London

Pertunjukan "Ontosoroh" di London, Inggris. (Foto: Antara)

LONDON, SATUHARAPAN.COM - Sosok Nyai Ontosoroh dalam karya klasik "Bumi Manusia" Pramoedya Ananta Toer ditampilkan dalam pertunjukan seni kontemporer musikal dan tari bertajuk "Ontosoroh" di London dalam rangkaian Festival Europalia Indonesia di gedung kesenian bergengsi Kings Place, hari Sabtu (25/11) malam.

"Saya bangga bisa ikut ambil bagian dalam Festival Europalia Indonesia yang digelar di London," ujar komposer yang merangkap pesinden atau vokalis dalam pertunjukkan Ontosoroh, Peni Candra Rini, kepada Antara London sebelum pertunjukkan dimulai pada pukul 20.00 malam waktu Inggris.

Sekitar 150 penonton, yang sebagian besar warga Inggris, terpukau dengan penampilan "Ontosoroh" yang dibawakan penari Ade Suharto, koreografer asal Indonesia yang telah menjadi warga Australia. Ia membawakan tarian itu dengan lenggak lenggok tubuhnya diiringi gamelan yang dimainkan musisi dari ISI Surakarta.

Ontosoroh merupakan proyek musik dan tarian kolaboratif antara Peni Candra Rini, sang pesinden yang juga komposer kontemporer wanita Indonesia jebolan ISI Surakarta, bersama Ade Suharto yang berbasis di Melbourne serta tiga musisi dari Surakarta, Jawa Tengah.

Peni sukses menggabungkan teknik vokal tradisional dan kontemporer, seperti lagu-lagu Jawa klasik, tembang, ditulisnya dalam bahasa Jawa puitis dan bahasa sehari-hari, serta vokal eksperimental yang eksploratif.

Sementara Ade menggambarnya dari kosakata gaya tari Jawa klasik membentuk arus narasi karya yang diilhami oleh karakter Nyai Ontosoroh dari novel Boemi Manoesia oleh Pramoedya Ananta Toer, penulis Indonesia yang dicekal dan dipenjara di Pulau Buru.

Ontosoroh mewakili munculnya suara baru yang radikal dalam budaya Indonesia, suara-suara yang membuka jalan bagi nasionalisme yang berkembang di Indonesia dan kemerdekaan selanjutnya.

Sebagai wanita yang tinggal dan bekerja lebih dari satu abad sejak zaman Ontosoroh, kolaborasi Peni dan Ade menafsirkan penokohan wanita secara global yang sangat inspiratif pada pascareformasi sastra Indonesia melalui lensa kontemporer.

Panitia penyelenggara Festival Europalia Indonesia di Inggris, Sebastian Merrick, kepada Antara London mengakui bahwa pertunjukkan seni Indonesia di London sangat krusial dalam membuka wawasan masyarakat Inggris Raya terhadap seni budaya Indonesia yang dinilainya sangat tinggi seperti halnya pertunjukkan malam ini, yakni kolaborasi dari dua seniman wanita berkaliber dunia.

"Pertunjukkan yang sangat memukau," ujarnya.

Lain halnya dengan kesan Caya Fairrie, seorang diaspora Indonesia yang menonton bersama sang suami mengakui awalnya ragu tentang penggambaran adaptasi Nyai Ontosoroh ke dalam karya modern.

Sebab, semua yang pernah membaca buku Boemi Manoesia tahu tentang kekuatan karakter klasik dari karya literatur sastra yang luar biasa. Tapi ternyata penampilan mereka membuktikan sebaliknya, ujarnya.

Tidak Mungkin Berkedip Mata

Hal yang sama juga diakui Sammy Brett, gadis Inggris yang tergabung dalam kelompok gamelan Siswa Sukra dari South Bank yang pernah tampil di Indonesia dan berguru kepada Peni Candra Rini.

"Luar biasa menyaksikan karya seni adiluhung Ontosoroh ini, pertunjukkan yang mengagumkan," ujar Sammy Brett, yang bangga menyaksikan sang guru tampil di London.

Peni Chandra Rini begitu kuat bingkai vokalnya saat nyinden dan penghayatan Ade Soeharto dalam mendalami karakter sang nyai sehingga membawa penonton dengan mudah masuk ke dalam bingkai tersebut dan memvisualisasikan lyrics Peni dalam gerak tari nya yang sangat menggugah kalbu yang bikin penonton tidak mungkin berkedip mata.

Rini tidak banyak menampilkan gerak, melainkan ia total mengedepankan kekuatan vokal. Kedalaman penghayatan Rini akan setiap kata yang disenandungkannya, membawa penonton pada suasana kehidupan sosok Nyai Ontosoroh bertahun-tahun lampau.

Sementara Ade Suharto, permainan gerak tubuh serta mimik wajahnya, seakan menyimpan misteri. Tatapannya tajam dan dalam. Namun, pada pertengahan adegan, menuju klimaks, tiba-tiba Ade Suharto berteriak, seperti sedang melampiaskan sesuatu yang lama terpendam dalam dirinya.

Penampilan berdurasi sekitar satu jam itu berupaya mengungkap dan mengeksplorasi kekuatan perempuan serta perjuangan mereka dalam meraih kebebasan.

Sebelumnya, pada sesi pembuka tampil musisi Inggris Laura Kidd yang sempat menjalani residensi selama tujuh minggu di Indonesia dalam rangka pertukaran budaya antar kedua negara Indonesia dan Inggris atas dukungan British Council dan Kemendikbud.

Tembang-tembang sekembalinya Laura Kidd dari Indonesia yang ditampilkan sebagai pembuka telah direkam dan akan dirilis Januari tahun depan. Pemilik blog She Makes War ini mempelajari instrumen tradisional sebagai bagian dari festival UK/ID oleh British Council di Indonesia.

Para seniman pendukung yang tampil dalam pertunjukan Ontosoroh selain Peni dan Ade Suharto yaitu Iswanto pemain gamelan, Boby Budi Santoso dunek gitar dan Pitutur Tustho Gumawang pemain gamelan.

 

 

Editor : Melki Pangaribuan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home