Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 20:44 WIB | Senin, 28 September 2015

UNESCO Puji Tiongkok Atasi Buta Huruf

David Atchoarena, Direktur Divisi Kebijakan dan Pembelajaran Jangka Panjang UNESCO dalam sebuah acara. (Foto: unesco.org)

JINAN, SATUHARAPAN.COM –  David Atchoarena, Direktur Divisi Kebijakan dan Pembelajaran Jangka Panjang UNESCO (Organisasi Kebudayaan, Sosial  dan Pendidikan Dunia) memuji  Tiongkok dalam upaya pemberantasan buta huruf sehingga Tiongkok memperoleh penghargaan Confucius  for Literacy dari UNESCO.

"Saat ini ada dampak luar biasa dari usaha Tiongkok kepada pengentasan buta huruf selain memberi pengetahuan dan keuangan;. Upaya Tiongkok telah mendorong banyak orang yang bercita-cita  membuat tindakan serupa,” kata Atchoarena di  Festival Budaya Konfusius Internasional, di Jinan, Tiongkok hari Senin (28/9).

UNESCO menetapkan hadiah ini kali pertama pada  2005, penghargaan di bidang literasi aksara ini diberikan dalam rangka menghormati individu dan lembaga yang membuat kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan pendidikan.

Hadiah senilai 150.000 dollar AS ini  didukung 27 organisasi, dan telah diberikan ke  22 negara yang berbeda.  

Dia menambahkan bahwa Tiongkok pantas diganjar karena  memberikan kontribusi untuk mengembangkan kepercayaan diri, meningkatkan proses belajar mengajar, memajukan penggunaan teknologi, membantu memberantas ketidak adilan gender dan prasangka sosial, dan pemberdayaan masyarakat untuk terus bekerja menuju dunia yang lebih berpengetahuan.

Menurut UNESCO, ada 757.000.000 orang dewasa yang buta huruf dan 124 juta anak-anak putus sekolah.

UNESCO, dalam kaitannya dengan literasi atau pembelajaran di bidang budaya memuji upaya Tiongkok yang merestrukturisasi situs budaya Nepal yang rusak akibat gempa beberapa waktu lalu.

Perwakilan UNESCO ke Nepal Christian Manhart mengatakan bahwa situasi situs budaya di Nepal yang rusak  penting untuk direkstrukturisasi, dan Tiongkok bisa memainkan peran penting dalam proses pemulihan.

Manhart mengatakan situs bersejarah di Kathmandu berada dalam kondisi kritis setelah gempa  yang melanda negara itu pada akhir April 2015.

“Delapan puluh persen dari kuil di Kathmandu Durbar Square, kemudian setengah dari kuil di Patan Durbar Square dan setengah di Bhaktapur Durbar Square dalam keadaan hancur, dan situasi di Swayambhunath juga penting, "kata Manhart.

Manhart mengatakan ia telah berkonsultasi dengan seorang ahli gempa dari Universitas Kyoto Jepang. Ahli  mengatakan gempa telah mengakibatkan banyak celah dalam di tanah di banyak situs. Begitu musim hujan datang, air bisa mengalir ke Swayambhunath rusak berat yang terletak di tanah tinggi dan tanah longsor dapat terjadi. (xinhuanet.com)

Ikuti berita kami di Facebook

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home