Loading...
DUNIA
Penulis: Tya Bilanhar 09:54 WIB | Rabu, 14 Maret 2018

UNICEF Berharap Korban Gempa Papua Nugini Tidak Dilupakan

Dr Philomena Tatireta dari UNICEF memeriksa seorang anak korban gempa di rumah sakit wilayah Mt Hagen, Papua Nugini. (Foto: UNICEF)

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Lebih dua minggu setelah gempa berkekuatan 7,5 magnitudo mengguncang Papua Nugini. Diperkirakan 100 orang meninggal, 500 orang cedera, 270.000 orang membutuhkan bantuan segera, termasuk 130.000 orang anak-anak.

Gempa pada 26 Februari itu telah disusul oleh gempa-gempa berikutnya beberapa hari kemudian. Korban dipastikan akan bertambah, termasuk korban meninggal dunia. Rumah-rumah tertimbun tanah longsor. Dan diperkirakan banyak orang masih berada di bawah timbunan itu.

Tony Stuart, Direktur Eksekutif UNICEF Australia,mengunjungi area gempa di hari-hari awal setelah bencana itu terjadi. Keadaan yang dilihatnya tak begitu asing, karena di Selandia Baru, negara asal Stuart, bencana sedahsyat itu pernah terjadi di Christchurch.

Namun, sebagaimana dilaporkan oleh stuff.co.nz, ia melihat ada yang berbeda di Papua Nugini. Yang membedakannya, menurut dia, adalah respons terhadap bencana itu.

Stuart mencium adanya kesan bencana ini tidak mendapat respons yang memadai. Ini terutama bila mendengar perkataan orang-orang Papua Nugini yang menjadi korban. "Mengapa negara-negara lain tidak datang membantu kami?," itu pertanyaan mereka.

Medan wilayah yang terkena bencana diakui sulit untuk dijangkau.

"Karena begitu banyak daerah berbukit, rumah-rumah langsung lenyap, tapi di lahan yang landai pun, bangunan dengan dinding batu bata pun benar-benar rata, semuanya sudah habis," kata Stuart.

"Sudah jelas bahwa akan ada lebih banyak korban jiwa."

"Tidak ada yang tersisa, seluruh pegunungan yang dulunya adalah desa-desa," kata Karen Allen, Perwakilan Unicef di PNG, kepada BBC.

"Ada banyak sekali duka, rasa terkejut dan ketakutan, selain luka-luka dan kelaparan."

Seorang anak laki-laki bernama Douglas, menerima perawatan di Rumah Sakit Mt Hagen, perawatan setelah kepalanya terkena pukulan bebatuan. Dia mengatakan semua orang di desanya telah kehilangan rumah dan ladang. Ia yakin enam tetangganya meninggal dunia saat terjadi longsor.

"Kami berlari ke luar rumah saat gempa terjadi, keadaan gelap gulita, kami tidak dapat melihat apa yang terjadi, batuan dari tanah longsor menghantam kepalanya tapi dia sangat beruntung masih hidup," kisah Kevox Gudi, seorang anggota keluarga yang merawat 14 orang yang terluka.

Douglas dan sekelompok orang dari desanya tersebut diterbangkan ke rumah sakit oleh armada penerbangan milik misionaris setelah gempa besar benar-benar meratakan desa mereka.

Keperihan akibat bencana ini semakin terasa karena fasilitas kesehatan juga ikut menjadi korban bencana. Stuart mengatakan dia telah berbicara dengan sekelompok perawat yang tempat tinggal mereka telah pula rata dengan tanah. Mereka ingin tetap bertahan di sana dan membantu para korban. Tetapi mereka tidak memiliki peralatan untuk bekerja.

Sedikitnya satu desa berencana untuk pindah  secara permanen karena seluruh desa dilanda tanah longsor, dan laporan  menunjukkan bahwa beberapa sekolah rusak sedemikian rupa sehingga mereka akan tetap tutup di sisa tahun ajaran.

Sejumlah besar fasilitas kesehatan negara itu sudah dikerahkan menangani korban, dan sekarang, mereka kelebihan beban. Dan di daerah-daerah terpencil, akses merupakan isu yang terus berlanjut.

Dengan ketakutan akan penyakit dan kekurangan gizi di antara populasi yang terkena dampak, tim Unicef ​​ditugaskan untuk membantu penyebaran dan pemberian vaksin dan persediaan kesehatan.

Pekan lalu Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters mengumumkan kontribusi awal sebesar $ 500.000 untuk membantu penanganan darurat setelah gempa berkekuatan 7,5 skala Richter.

Allen mengatakan bantuan internasional sudah mulai berdatangan dan dia memuji upaya Depertemen Pertahanan Australia dan Selandia Baru.

Pesawat Departemen Petahanan Selandia Baru jenis C-130 dijadwalkan untuk tetap berada di PNG sampai hari Jumat untuk membantu distribusi personil dan persediaan bantuan.

Tapi Allen juga mengatakan bahwa kebutuhan sangat besar, dan ia berharap agar dunia tidak membiarkan bencana yang menumbuhkan ini terlupakan.

Sementara itu di Jayapura, Solidaritas Papua Barat untuk Korban Gempa Bumi di Papua Nugini menyelenggarkan aksi 1000 Lilin untuk Korban Gempa PNG mulai 12 Maret 2018.

"Turut berbelasungkawa atas peristiwa bencana alam yang menimpa saudara-saudara kami di Papua Nugini. Mengimbau kepada masyarakat internasional untuk menggalang solidaritas bagi rakyat di PNG. Menimbau kepada seluruh rakyat Papua dari berbagai lapisan sosial untuk tuurt bersolider dengan saudara-suadara Melanesia di Papua Nugini yang tertimpa bencana," demikian siaran pers yang ditandatangani oleh Sem Awom

Kristianus Dogopia, aktivis Solidaritas, mengatakan pengumpulan dana untuk korban gepa akan dilaksanakan sampai akhir bulan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home