Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 17:21 WIB | Kamis, 04 Juli 2013

UU ORMAS Mengancam Kebebasan Berekspresi dan Kembalinya Rejim Otoritarian

(Foto nrmnews.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mekanisme voting Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 2 Juli 2013 dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) sebagai Undang-Undang di tengah pelbagai protes, keberatan, dan demonstrasi penolakan dari pelbagai kelompok masyarakat sangat disesalkan.  Keputusan DPR untuk terus mengesahkan RUU yang sarat dengan pasal-pasal kontroversi ini jelas bertentangan orientasi antara anggota DPR dengan masyarakat yang akan diatur melalui UU ini. Demikian rilis yang disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indriaswati Dyah Saptaningrum, di Jakarta pada hari Rabu (3/7).

ELSAM mengecam keras keputusan itu sebagai sebuah kemunduran fundamental dari proses demokratisasi yang telah dimulai sejak reformasi 1998. Keputusan DPR ini jelas membuka kembali jalan bagi berlakunya rejim yang represif terhadap kemerdekaan berekspresi dan berorganisasi yang merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi.

Pengesahan RUU ini juga menunjukkan masih terus berlangsungnya praktek politik transaksional di badan legislative. Kebijakan publik dihasilkan dari proses transaksi politik dengan mengabaikan kualitas produk legislatif itu sendiri.

Keberatan ELSAM atas RUU Ormas, yang berpusat pada, pertama, pengaturan dalam pasal-pasal menunjukkan paradigma RUU dimana masyarakat sipil dipandang sebagai ancaman terhadap negara dan pemerintah dan karenanya perlu dikontrol dan diatur. Pandangan ini jelas bertentangan dengan realitas dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi politik tahun 1998. Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa Orde Baru.

Kedua, pasal-pasal yang diatur dalam RUU Ormas jelas telah diatur pelbagai undang-undang lain, kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi pidana dan sanksi hukum lain.  Melalui pengaturan ini masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata. Pasal-pasal ini jelas bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat intepretatif dan lentur. Pasal-pasal ini menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial. Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh perangkat negara.

Berangkat dari pertimbangan itu, ELSAM menyerukan seluruh elemen masyarakat sipil untuk segera meneruskan perlawanan secara konstitusional dengan mendukung upaya pengujian kembali UU Ormas ke Mahkamah Konstitusi.
 

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home