Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 15:42 WIB | Senin, 07 Oktober 2019

YLKI Minta Pemerintah Jaga HET Minyak Goreng Kemasan

Ilustrasi. Pedagang mengemas minyak goreng curah dalam kemasan plasitk di pasar tradisional Masomba Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (25/2/2016). (ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nz/am.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menjaga Harga Eceran Termurah (HET) minyak goreng kemasan yakni Rp11.000 per liter, terkait produsen minyak goreng curah yang wajib menggunakan kemasan pada 1 Januari 2020.

Dari sisi perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan ini bisa dimengerti. Sebab secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil potensinya untuk terkontaminasi zat/benda lain yang tidak layak konsumsi, dan bisa lebih tahan lama,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi lewat keterangannya di Jakarta, Senin (7/10).

Terkait hal itu, YLKI memberi catatan terhadap kebijakan tersebut, di antaranya agar harga minyak goreng dalam kemasan tetap terjangkau, sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat.

Bukan hanya untuk keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Kemudian, pemerintah diminta konsisten menjaga HET, dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggarnya.

“Selama ini banyak komoditas ditetapkan HET, seperti gula, tetapi harga di lapangan melewati harga HET, dan tak ada sanksi,” katanya.

Untuk mengurangi dampak plastik, Tulus menambahkan, pemerintah seharusnya mewajibkan produsen untuk menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan atau sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Munculnya minyak goreng wajib kemasan, akan meningkatkan konsumsi/distribusi plastik, dan menghasilkan sampah plastik,” ujar Tulus.

Selain itu, Tulus menyampaikan bahwa dengan menggunakan kemasan, maka minyak goreng tersebut harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen, seperti adanya informasi kadaluwarsa, informasi kehalalan, dan informasi kandungan gizinya; sebagaimana mandat UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal.

“Pemerintah juga harus menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan ‘branded’, yaitu minyak goreng ber-SNI,” ujar Tulus.

Malapetaka Bagi Pengusaha dan Rakyat Kecil

Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas mengimbau agar pemerintah tidak melarang peredaran minyak curah karena dapat merugikan pengusaha skala kecil.

"Kebijakan ini jelas-jelas akan sangat menguntungkan usaha-usaha besar yang ada dan sebaliknya tidak mustahil akan menjadi bencana dan malapetaka bagi pengusaha dan rakyat kecil," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/10).

Ia mengatakan hampir 50 persen dari kebutuhan minyak goreng dalam negeri dikonsumsi dalam bentuk curah yang diproduksi usaha mikro dan kecil.

Menurut Sekjen Majelis Ulama Indonesia itu, kebijakan pelarangan peredaran minyak goreng yang berlaku per awal tahun 2020 itu tampak bagus karena untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Hanya saja, kata dia, perlu dipertimbangkan dampak kebijakan terhadap usaha mikro-kecil akan tiarap dan gulung tikar sehingga akan banyak hilang mata pencaharian serta menciptakan pengangguran.

Anwar mengatakan pemerintah harus bisa menginventarisir secara cermat produsen-produsen minyak curah yang jumlahnya sangat banyak tersebut. Kemudian mereka diberi bimbingan dan pelatihan agar kualitas produksi mereka bisa meningkat dan dapat memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

"Sehingga usaha mereka tetap bisa jalan dan kesejahteraan mereka tetap dapat terus terjaga dan ditingkatkan," kata dia. (ANTARA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home