Loading...
HAM
Penulis: Kris Hidayat 22:43 WIB | Rabu, 09 April 2014

10 Tahun Tanpa Keadilan bagi Aktivis Thailand yang Hilang

Somchai Neelapaijit, tokoh pejuang HAM Thailand yang hilang. (th.macmuslim.com)

BANGKOK, SATUHARAPAN.COM - Tahun 2014 adalah peringatan 10 tahun hilangnya pengacara HAM Thailand, Somchai Neelapaijit. Somchai adalah pengacara HAM Muslim terkemuka di Thailand, dia hilang diculik karena membela klien yang diduga disiksa polisi di Thailand Selatan.

Istri dan keluarga Somchai masih tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sang pengacara. Pada malam 12 Maret 1994, Somchai Neelapaijit dalam perjalanan pulang ke rumah.

Di sinilah, dekat sebuah kantor polisi di Ramkhamhaeng Road di pinggiran Kota Bangkok, pengacara HAM Muslim, Somchai diculik satu dekade lalu. Dia dibawa ke dalam sebuah mobil oleh lima laki-laki. Sejak itu, ia tidak penah terlihat lagi dan diperkirakan sudah meninggal.

“Keterlibatan sekelompok pria yang kemudian teridentifikasi sebagai polisi, yang membawa Somchai pergi di depan sebuah kantor polisi di Bangkok,” Sunai Phasuk peneliti senior di Human Rights Watch.

Sunai mengatakan penyelidikan yang dilakukan tidak dibarengi komitmen yang kuat. “Peristiwa ini terjadi bukan di daerah terpencil tapi di kota Bangkok yang punya banyak kamera pengawas, banyak saksi dan terjadi di depan kantor polisi Ramkhamhaeng. Namun kita melihat kurangnya komitmen dan keseriusan dalam penyelidikan baik yang dilakukan polisi maupun Departemen Investigasi Khusus Kementerian Kehakiman.”

Pada 2004, kekerasan separatis meletus di Thailand Selatan, menelan korban hampir enam ribu jiwa. Pada saat dia diculik, Somchai sedang mewakili sekelompok orang dari Deep South yang mengklaim telah disiksa oleh polisi.

Menurut Pornthip Rojanasunan, bekas Direktur Institut Ilmu Forensik di Kementerian Kehakiman, penyelidikan dirusak oleh keterlibatan polisi dalam kasus itu.

“Kami tidak punya unit independen untuk menyelidiki kasus ini. Jadi dalam kasus Somchai Neelapaijit, saya rasa tidak ada polisi yang mau mencari bukti untuk mengaitkan ke pelakunya.”

Bagi istrinya, Angkhana Neelapaijit, kejadian itu mengubah hidupnya.

"Penghilangan paksa Somchai membawa perubahan besar dalam hidup saya. Dulu saya seorang ibu rumah tangga biasa yang nyaris tak punya pengetahuan tentang hukum. Sekarang  saya harus berjuang untuk membesarkan anak-anak saya. Sangat sulit dan mengecewakan ketika saya mencoba mencari jalan untuk menegakkan keadilan bagi ayah dari anak-anak saya.”

Thailand menandatangani Konvensi Anti Penghilangan Paksa pada Januari 2012, tapi belum meratifikasinya.

Kelompok HAM mengatakan penghilangan paksa tidak hanya merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia, tetapi juga merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional.

Dan bagi Angkhana, ini menunjukkan budaya impunitas masih terjadi di Thailand.

“Yang tidak bisa saya terima adalah selama 10 tahun ini kami masih berjuang untuk mendapatkan keadilan. Belum ada yang dihukum dan tidak ada jaminan hal semacam ini tidak akan terjadi lagi. Budaya impunitas ini harus dihentikan.”

Selama beberapa dekade, para aktivis hak asasi menilai penghilangan paksa ini telah menjadi strategi bersama personel keamanan untuk membungkam pembela hak asasi manusia.

Sunai Phasuk mengatakan ada sedikit kemajuan dalam mengatasi masalah ini.

“Jika Anda adalah musuh negara, Anda tidak lagi aman. Keamanan Anda tidak pernah bisa dipastikan, keadilan tidak pernah bisa dipastikan. Itu pesannya.”

Menurut Direktur Komisi Ahli Hukum International Asia Pasifik, Sam Zarifi, dunia mengikuti kasus ini. “Kasus Somchai menjadi simbol masalah penghilangan paksa. Tidak hanya di Thailand atau Asia Tenggara tapi di seluruh dunia. Ini adalah salah satu kasus yang menjadi simbol penghilangan paksa di dunia.”

Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra telah membayarkan kompensasi kepada keluarga korban di provinsi selatan, termasuk keluarga Somchai. Tapi Angkhana mengatakan, uang tidak pernah bisa mengganti kehilangan mereka.

“Meski proses peradilan tidak akan menghidupkan dia kembali, tapi tanggung jawab memberikan keadilan pada Somchai tidak boleh dihindari. Dalam 10 tahun terakhir, saya berusaha keras mencari keadilan. Pemerintahan Yingluck memberi saya kompensasi, tapi uang tidak bisa mengembalikan martabat para korban.”

Kedua putri Somchai belajar hukum. Seorang menjadi hakim - sementara yang lain, Pratubjit Neelapaijit, menjadi pengacara hak asasi manusia.

Pratubjit tetap berharap suatu hari nanti, kasus ini bisa diselesaikan karena ayahnya selalu punya keyakinan dalam ‘kebenaran dan keadilan’.

“Sebagai aktivis HAM, kita harus optimis kan? Kami selalu percaya dan punya harapan. Kami percaya pada kekuatan rakyat yang makin kuat hari demi hari. Kami juga percaya suatu hari nanti kami akan menemukan keadilan dan kebenaran dalam kasus ini,” harap Pratubjit. (portalkbr.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home